Total Tayangan Halaman

tissa zone

.

ღ٩(●̮̮̃•̃)۶ღ

Jumat, 24 Desember 2010

LAPORAN ILMU TANAMAN PAKAN

ACARA I
SCARIFIKASI DAN UJI MUNCUL TANAH
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Scarifikasi
Scarifikasi adalah suatu cara atau teknik pengubahan kulit biji untuk membuatnya permeable terhadap gas dan air. Scarifikasi dapat dilakukan secara mekanik, fisik dan kimia (Setyati, 1996). Salah satu cara untuk mempercepat massa dormansi adalah dengan cara scarifikasi (Kartasapoetra, 1989).
Scarifikasi mekanik misalnya penggoresan dengan amplas, sedangkan scarifikasi fisik dengan perendaman air panas. Scarifikasi secara kimia adalah suatu perlakuan untuk mempercepat massa dormansi benih dengan menggunakan bahan kimia. Tujuan perlakuan itu adalah agar kulit biji lunak sehingga lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi (Sutopo, 1988). Kulit biji yang keras dan impermeabel terhadap air dapat dibuat permeable dengan pemrosesan untuk periode pendek dengan larutan H2SO4 pekat (Kamil, 1983).
Scarifikasi kimia dapat dilakukan dengan merendam cara benih dengan larutan H2SO4 pekat selama 7-10 menit dan mencuci benih dengan air mengalir (Sadjad, 1994). Benih yang direndam dalam larutan H2SO4 pekat selama 5-15 menit dapat meningkatkan perkecambahan 9-30% (Mayer dan Mayber, 1975).

2.2. Perkecambahan
Perkecambahan merupakan serangkaian proses penting yang terjadi sejak benih dorman sampai ke bibit yang sedang tumbuh (Setyati, 1996). Daya kecambah benih adalah mekar dan berkembangnya bagian-bagian penting dari embrio suatu benih yang menunjukkan kemampuan untuk tumbuh normal pada lingkungan yang sesuai (Kartasapoetra, 1989). Daya kecambah benih meningkat dengan bertambah tuanya biji sampai masak fisiologis biji tercapai (Kamil, 1983).
Tipe perkecambahan benih ada dua macam yaitu hipogeal dan epigeal. Pada tipe kecambah hipogeal, kotiledon tetap tinggal di tanah, sedangkan pada tipe kecambah epigeal kotiledon terangkat keatas (Kartasapoetra, 1989). Biji legum termasuk tipe kecambah epigeal dimana kotiledonnya ikut terangkat ke permukaan tanah. Hal itu disebabkan karena pertumbuhan dan perpanjangan hipokotil kearah bawah tertambat ke tanah dengan akar-akar lateral. Hipokotil membengkok, bergeser dan muncul ke permukaan tanah (Sutopo, 1988).
Proses perkecambahan benih meliputi lima tahapan. Tahap pertama perkecambahan benih dimulai dari proses penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua yaitu kegiatan sel-sel dan naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga adalah penguraian bahan-bahan seperti protein, karbohidrat dan lemak menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan didaerah meristemmatik yang menghasilkan energi untuk kegiatan pembentukkan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik tumbuh (Sutopo, 1988).
Faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih adalah faktor dari dalam dan luar. Faktor dari dalam meliputi tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi dan penghambat perkecambahan, Sedangkan faktor dari luar adalah air, temperatur, oksigen, cahaya dan media yang digunakan (Sutopo, 1988).
Kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan disebut vigor benih (Sutopo, 1988). Bila benih berkemampuan tinggi menghasilkan tanaman normal pada kondisi tersebut maka benih itu mempunyai vigor yang tinggi. Benih bervigor tinggi jika prosentase vigor lebih dari 70% (Sadjad, 1994).
Umumnya kenormalan benih ditentukan berdasar ketegaran struktur tumbuh yang terdiri dari akar primer, akar seminal sekunder, hipokotil, kotiledon, dan daun pertama yang tumbuh pada kotiledon atau koleoptil dan daun pertama yang tumbuh didalamnya (Sadjad, 1994). Kriteria kecambah yang normal adalah kecambah yang mempunyai akar primer dan minimal mempunyai 2 akar seminal, hipokotil berkembang dengan baik tanpa ada kerusakan, pertumbuhan plumula sempurna, memiliki 2 kotiledon bagi tanaman dikotil. Adapun kekurangan lain yang masih dapat diterima untuk dinyatakan sebagai kecambah normal adalah hipokotil boleh sedikit rusak asal jaringan penting tidak terganggu fungsinya, dan mempunyai satu kotiledon untuk dikotil (Sutopo, 1988).
Kriteria kecambah yang abnormal adalah kecambah yang tidak mempunyai akar primer, jaringan hipokotil banyak yang rusak sehingga mengganggu pertumbuhan, tidak mempunyai kotiledon bagi tanaman dikotil, plumula berputar dan hipokotil membengkok (Kamil, 1983).

2.3. Uji Muncul Tanah
2.3.1. Benih
Benih adalah biji tanaman yang digunakan untuk tujuan penanaman atau budidaya (Sutopo, 1988). Benih bermutu ditentukan oleh dua faktor yaitu genetik dan faktor fisik. Faktor genetik meliputi sifat-sifat tumbuh tanaman seperti produksi tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit, responsif terhadap kondisi lingkungan yang baik. Faktor fisik yang mempengaruhi mutu benih meliputi kemurnian, persen perkecambahan tinggi, bebas dari kotoran dan benih lainnya, ukuran benih seragam (Kartasapoetra, 1989).
Biji yang baru dipanen biasanya dalam keadaan dorman sehingga menghendaki perlakuan yang khusus untuk dapat berkecambah (Kamil, 1983). Benih dikatakan dorman bila benih tersebut dalam keadaan hidup tetapi tidak dapat berkecambah walaupun diletakkan pada tempat yang memenuhi syarat untuk perkecambahan (Sutopo, 1988). Benih dorman adalah benih yang mengalami istirahat total dan pada keadaan media tumbuh optimim benih tidak menunjukkan gejala atau fenomena tumbuh (Sadjad, 1994).
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan dormansi adalah adanya kulit biji yang keras, impermeabel, biji yang belum masak fisiologis, dan terdapatnya zat penghambat dalam biji (Abidin, 1987). Kulit biji yang impermeabel terhadap gas dan air sering dijumpai pada benih dari famili leguminosa (Sutopo,1988). Kebanyakan benih dari tanaman legum, saluran untuk masuk kedalam benih ditutup oleh lapisan yang tahan air sehingga benih itu dikatakan benih berkulit keras (Soegiri, 1982).

2.3.2. Pueraria phaseoloides (Puero)
Puero berasal dari India Timur berbatang kuat, berbulu, mempunyai batang-batang stolon, perakaran dalam dan bercabang-cabang, sehingga mampu digunakan sebagai pencegah erosi. Legum ini dikembangkan dengan biji atau potongan batang yang cukup tua (Reksohadiprodjo, 1985). Tanaman legum tahunan membelit dan memanjat dengan batang utama yang lurus sepanjang sampai 10 m. Daun yang masih muda ditutupi bulu berwarna cokelat yang tebal. Daun besar, berdaun tiga (trifoliat) dan berbulu. Helai daun segi tiga-bulat dan panjang 2-20 cm dan lebar 2-15 cm dengan lobus kecil. Bunga kecil, merah ungu sampai ungu, dalam tandan berasal dari buku-buku ketiak. Tandan panjang 15-30 cm pada tangkai dengan panjang sekitar 12 cm. Buah polong lurus, atau sedikit lengkung, linear, 4-11 cm x 3-5 mm, ditutupi dengan tipis oleh bulu yang kaku dan berdekatan. Biji 3 mm x 2 mm, bulat dengan sudut bulat, berwarna cokelat sampai cokelat kehitaman. 10-20 biji/buah polong (George, 2010).

BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Ilmu Tanaman Makanan Ternak dengan materi Scarifikasi dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 12-26 Mei 2010 di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang.

3.1. Materi
3.1.1. Scarifikasi
Materi yang digunakan dalam praktikum ini adalah benih legum Pueraria phasoloides untuk ditanam, larutan H2SO4 96% sebagai bahan untuk melakukan scarifikasi kimia, air panas untuk scarifikasi fisik, dan air untuk menyiram tanaman. Sedangkan alat yang digunakan adalah bak perkecambahan sebagai tempat berkecambah, amplas untuk scarifikasi secara mekanik, saringan untuk menyaring benih puero yang sudah direndam H2SO4 96%, kapas sebagai meda tanam scarifikasi dan gelas ukur sebagai wadah larutan H2SO4 96%.

3.1.2. Uji Muncul Tanah
Materi yang digunakan dalam praktikum ini adalah benih legum Pueraria phasholoides untuk ditanam, larutan H2SO4 96% sebagai bahan untuk melakukan scarifikasi kimia, air panas untuk scarifikasi fisik, air untuk menyiram tanaman dan tanah sebagai media tanam. Sedangkan alat yang digunakan adalah polybag untuk tempat menanam lagum puero, amplas untuk scarifikasi secara mekanik, gelas ukur untuk menanmpung H2SO4 96%, dan saringan untuk menyaring benih puero yang sudah direndam H2SO4 96% dan air panas.

3.2 Metode
3.2.1. Scarifikasi
Menyiapkan benih puero yang telah disediakan, melakukan scarifikasi benih secara fisik dengan merendam semua benih kedalam air panas (60 0C) selama 10 menit, melakukan scarifikasi secara kimia dengan merendam benih dengan H2SO4 96 % selama 15 menit dan secara mekanik mengamplas semua benih tanpa mengenai titik tumbuh. Setelah itu, menaruh benih pada bak perkecambahan yang telah diberi kapas. Menyimpan dalam suhu kamar, mengamati dan mencatat jumlah biji yang berkecambah setiap hari sampai dengan hari ke 14, membuang benih yang busuk dan terkena jamur. Benih dianggap berkecambah apabila memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Menghitung dan membuang benih yang sudah berkecambah dan benih yang busuk atau terkena jamur. Benih yang pada akhir pengamatan tidak berkecambah dianggap sudah mati. Dalam scarifikasi menggunakan perhitungan sebagai berikut :
% perkecambahan =
3.2.2. Uji Muncul Tanah
Metode yang digunakan dalam uji muncul tanah yaitu melakukan scarifikasi secara fisik, kimia, dan mekanik. Secara fisik dengan memasukkan biji puero kedalam air panas dengan suhu 60ºC selama 10 menit dan mencuci dengan air dingin. Secara kimia dengan merendam benih kedalam larutan H2SO4 96 % selama 15 menit dan mencuci dengan air dingin. Secara mekanik dengan mengamplas bagian luar benih supaya bahan-bahan yang diperlukan untuk tumbuh dapat terserap dengan baik. Kemudian menanam benih puero yang telah discarifikasi di polybag berisi tanah yang telah disiapkan.
Emnyimpan benih dalam suhu kamar, mengamati dan mencatat jumlah biji yang berkecambah setiap hari sampai hari ke-14 dengan melakukan penyiraman setiap harinya serta menghitung daya perkecambahannya. Dalam uji muncul tanah menggunakan perhitungan sebagai berikut :
CV =
Keterangan :
CV = Coefisien Vigor
A = Jumlah benih yang berkecambah pada waktu tertentu
T = Waktu yang berkorespondensi dengan A



Kecepatan perkecambahan dapat dinyatakan dengan index-vigor (VI) yang merefleksikan jumlah benih yang berkecambah pada internal satu hari setelah dikecambahkan. Vigor Index dan Coefisien Vigor dapat dihitung dengan:
VI = (1)
Keterangan :
V1 = Vigor Index
C = Jumlah kecambah pada hari tertentu
D = Waktu yang berkorespondensi dengan jumlah itu


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perkecambahan
Berdasarkan pengamatan terhadap daya kecambah didapatkan data seperti yaang disajikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 1. Persentase Perlakuan Scarifikasi pada Biji Puero:
Biji Perlakuan
Mekanik Fisik Kimiawi
CV VI CV VI CV VI
Puero
Kalopo
Sentro
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tanaman Pakan, 2010
Berdasarkan hasil praktikum perkecambahan didapatkan Persentase perkecambahan biji dengan cara mekanik dengan pengamplasan adalah 40%, hal ini disebabkan karena pengamplasan yang kurang sempurna. Pengamplasan yang kurang baik menyebabkan kulit biji tidak terkelupas dengan baik, sehingga air maupun gas tidak dapat masuk sehingga perkecambahan terhambat. Selain itu yang dapat menyebabkan tidak berkecambahnya biji adalah konsentrasi air yang terlalu banyak pada waktu penyiraman. Hal ini sesuai pendapat Sutopo (1988), yang mengatakan bahwa pengamplasan yang terlalu halus dapat menyebabkan dormansi benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji terhadap air maupun gas.

Persentase perkecambahan biji dengan perendaman air panas adalah 26,67%. Rendahnya persentase perkecambahan ini disebabkan karena kurang lamanya waktu perendaman sehingga biji belum begitu terbuka. Air pada suhu yang tinggi dapat melunakkan kulit biji sehingga mempunyai permeabilitas yang besar. Hal ini sesuai pendapat Kamil (1983). Air mempunyai peranan yang sangat besar dalam proses pelunakan biji sehingga mengakibatkan pecahnya suatu kulit biji. Perkecambahan biji sangat efektif dipengaruhi air yang cukup untuk melembabkan biji, suhu serta O2 yang cukup. Kekurangan salah satu faktor tersebut menyebabkan biji tidak berkecambah. Kemungkinan lain yang menyebabkan rendahnya persentase perkecambahan adalah kesalahan dalam pemilihan biji, mungkin belum tua atau sudah rusak sebelum digunakan.
Persentase perkecambahan biji dengan H2SO4 adalah 40%. Hal ini dikarenakan H2SO4 yang bersifat asam dapat lebih meningkatkan permeabilitas biji dari pada dengan air panas dan pengamplasan. Menurut Setyati (1996) bahwa perkecambahan biji tergantung juga pada viabilitas biji, kondisi lingkungan yang cocok, air, suhu, udara dan sedikit cahaya.

4.2. Uji Muncul Tanah


Hasil dari uji muncul tanah yang diperoleh pada praktikum produksi hijauan pakan yang disajikan pada tabel berikut ini :
Tabel 2. Persentase Perlakuan dengan Uji Muncul Tanah
Biji Perlakuan
Mekanik Fisik Kimiawi
CV VI CV VI CV VI
Puero
Kalopo
Sentro 15,79 0,2 10 0,1 20 0,2
Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Tanaman Pakan, 2010

Data di atas menunjukkan bahwa benih yang ditanam sebagian ada yang berkecambah (dengan H2SO4, air panas dan dengan amplas), karena sebagian biji mengalami kebusukan atau berjamur. Kebusukan ini disebabkan jumlah air yang terlalu tinggi atau berlebih pada saat penyiraman, sehingga menyebabkan gas O2 yang dibutuhkan oleh biji guna berkecambah terhambat untuk diabsorbsi yang menyebabkan biji mati. Selain itu juga penanaman biji yang terlalu dalam, sehingga biji tidak dapat mensuplai gas dan sinar matahari (radiasi) yang dibutuhkan biji untuk berkecambah. Hal ini sesuai pendapat Sutopo (1988), bahwa kedalaman penanaman biji berpengaruh pada efektifitas dan kecepatan tumbuh biji yang akan berkecambah.




BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum perkecambahan terhadap puero dapat diambil kesimpulan bahwa pada praktikum uji muncul tanah biji yang berkecambah hanya sebagian kecil dari keseluruhan yang diuji. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh scarifikasi yang kurang baik atau kurang sesuai dengan kebutuhan biji dan biji yang sudah rusak atau busuk. Scarifikasi yang baik menyebabkan kulit biji terkelupas dengan baik, sehingga air maupun gas dapat masuk dan perkecambahanpun dapat terjadi.
Perkecambahan biji sangat efektif dipengaruhi air yang cukup untuk melembabkan biji, suhu serta O2 yang cukup. Perkecambahan biji tergantung juga pada viabilitas biji, kondisi lingkungan yang cocok, air, suhu udara dan sedikit cahaya. Kekurangan salah satu faktor di atas dapat menyebabkan biji tidak berkecambah.







DAFTAR PUSTAKA
Abidin, B.S. 1987. Dasar pengetahuan Ilmu Tanaman. PT Angkasa, Bandung.
George. 2010. Pueraria phaseoloides. http://www.indonesia.tropicalforages.info
(Diakses pada hari Selasa tanggal 25 Mei 2010 pukul 15.30 WIB).
Kamil, M. 1983. Tingkat Kesuburan Tanah untuk Pertanian Tropika. CV Rajawali, Jakarta.

Kartasapoetra. 1989. Teknik Benih. PT Bina Angkasa, Jakarta.
Mayer, B dan Mayber. 1975. Pengantar Ilmu Makanan Ternak. Angkasa, Bandung.

Reksohadiprodjo. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Rumput dan Legume Makanan Ternak Tropik. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogykarta.

Sadjad, S.D. 1994. Teknologi Pembenihan Hijauan. PT Angkasa, Bandung.
Sastra Pradja, S.S, Affrisiani dan H. Sutarno. 1983. Makanan Ternak. Lembaga Biologi Nasional. LIPI, Jakarta.

Setyati, S.H. 1996. Pengantar Agronomi. Departemen Agronomi, Fakultas Peternakan, IPB, Bogor.

Soegiri, et al. 1982. Penuntun Produksi Benih Hijauan Makanan Ternak. Dirjen Peternakan, Jakarta.

Sutopo, A. 1988. Teknologi Benih. CV Rajawali, Jakarta.
Susetyo S, J. Kismono, dan B. Soewardi. 1969. Hijauan Makanan Ternak. Dirjen Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar