Total Tayangan Halaman

tissa zone

.

ღ٩(●̮̮̃•̃)۶ღ

Kamis, 02 Desember 2010

LAPORAN PTU

LAPORAN PRAKTIKUM
PRODUKSI TERNAK UNGGAS














Disusun oleh:

Kelompok V

Ginanjar Adi S. H2A 009 162
Ririn Hidayanti H2A 009 171
Juli Rizkia F. H2A 009 172
Ikhwal H. Pembayun H2A 009 177
Sukma Gelis R. H2A 009 182
Galih Dewa Brata H2A 009 193
Citra Septika S. H2A 009 195
Tutur Adi Suwito H2A 009 204
Dyas Ikhsani B.A. H2A 009 205
Tis’a Permatasari H2A 009 214
Elisa Anindyawati H2A 009 225
M. Badrun Hakim H2A 009 229









JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2010

BAB I
PENDAHULUAN
Unggas merupakan spesies burung (Aves) yang dapat memberikan keuntungan ekonomis bagi manusia yang memeliharanya. Beberapa jenis ternak unggas yang memberikan keuntungan antara lain ayam, itik, angsa dan puyuh. Unggas merupakan sumber protein hewani, baik itu daging ataupun telurnya. Kualitas dan jumlah produksi telur pada unggas dipengaruhi oleh pakan yang diberikan. Seiring dengan berkembangnya zaman, maka kita perlu meningkatkan pengetahuan tentang pengenalan dan klasifikasinya, anatomi serta pengetahuan dalam menyususn ransum yang diberikan untuk unggas.
Tujuan praktikum Produksi Ternak Unggas dengan materi pengenalan jenis dan klasifikasi unggas serta penyusunan ransum adalah untuk memgetahui klasifikasi ternak unggas berdasarkan klasifikasi internasional, mengetahui anatomi dan identifikasi dari ternak unggas, serta untuk mengetahui cara penyusunan ransum yang baik dengan komposisi yang tepat agar sesuai dengan kebutuhan unggas. Manfaat yang dapat diambil dari praktikum Produksi Ternak Unggas mengenai pengenalan jenis dan klasifikasi unggas dan penyusunan ransum adalah agar praktikan dapat mengklasifikasikan berbagai jenis ternak unggas, mengetahui perbedaan anatomi antara unggas darat dan unggas air (jantan dan betina) serta dapat menyusun ransum dengan baik sesuai dengan kebutuhan ternak.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengenalan Jenis dan Klasifikasi Ternak Unggas
Ternak unggas adalah bangsa-bangsa burung yang mempunyai nilai ekonomis dan dapat diproduksi secara massal. Unggas mempunyai keistimewaan dibandingkan dengan ternak ruminansia, yaitu unggas dapat diproduksi secara massal dalam waktu yang singkat (Anggorodi, 1995). Unggas merupakan spesies burung (Aves) yang dapat memberikan keuntungan ekonomis bagi manusia yang memeliharanya. Beberapa jenis unggas antara lain ayam, itik, angsa dan puyuh. Unggas dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu unggas darat yaitu ayam dan kalkun serta unggas air seperti itik, entok dan angsa (Suprijatna et al., 2008).

2.1.1. Klasifikasi ternak unggas secara internasional
Klasifikasi standar adalah pengelompokan jenis-jenis ayam bedasarkan buku yang diterbitkan oleh Perhimpunan Peternak Unggas Ameriak Serikat, yaitu The American Standar of Perfection. Berdasarkan buku tersebut, pengelompokkan ayam berdasarkan kelas, bangsa, varietas dan strain. Terdapat 11 kelas ayam, tetapi yang dianggap penting diketahui hanya 4 kelas, yaitu kelas Inggris, kelas Amerika, kelas Mediterania dan kelas Asia (Suprijatna et al. , 2008). Karakteristik ayam kelas Inggris adalah bentuk tubuh besar, cuping berwarna merah, kulit putih, kerabang telur cokelat kekuningan, bulu merapat ke tubuh dan termasuk tipe pedaging. Ayam kelas Amerika adalah kelompok ayam yang dibentuk dan dikembangkan di Amerika Serikat (Blakely dan Bade 1998). Kelas Amerika memiliki karakteristik bentuk tubuh sedang, cuping telinga berwarna merah, bulu mengembang dan kulit berwarna putih. Karakteristik kelas Mediterania adalah memiliki bulu mengembang, cuping telinga berwarna putih, bentuk telur ramping, warna kulit putih, kerabang telur berwarna putih dan merupakan tipe petelur. Ayam kelas Asia memiliki karakteristik bentuk tubuh besar, bulu merapat ke tubuh, cuping telinga berwarna merah, kerabang telur beragam, cokelat kekuningan sampai utih dan merupakan tipe pedaging (Suprijatna et al. , 2008).

2.1.2. Klasifikasi berdasarkan tujuan pemeliharaan
Klasifikasi ayam berdasarkan tujuannya dibagi menjadi empat tipe, yaitu tipe petelur, pedaging, dwiguna dan fancy. Ayam tipe petelur yaitu jenis ayam yang sangat efisien menghasilkan telur. Ayam tipe pedaging yaitu jenis ayam yang sangat menghasilkan daging. Ayam tipe dwiguna yaitu jenis ayam yang sangat efektif dalam menghasilkan telur dan daging. Ayam tipe fancy yaitu jenis ayam yang dipelihara untuk tujuan hiburan dan kreasi. Ayam ini dipelihara tidak untuk produksi telur dan daging, akan tetapi dipelihara karena bentuk tubuh dan bulunya yang mungil, menarik dan warnanya yang beraneka ragam, contohnya ayam Sultan, ayam Bantam dan ayam Yokohama (Blakely dan Bade 1998). Berdasarkan tujuan pemeliharaan, ayam dikelompokkan menjadi tipe petelur, pedaging dan medium atau dwiguna (dual purpose). Karakteristik tipe petelur adalah mudah terkejut, bentuk tubuh ramping, warna kulit putih, cuping telinga putih dan kerabang telur berwarna putih, produksi telur cukup tinggi yaitu 200 butir telur/ekor/tahun. Karakteristik tipe pedaging bersifat tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih dan tidak mempunyai sifat mengeram. Ayam ini memiliki karakteristik tipe medium atau dwiguna adalah bersifat tenang, bentuk tubuh sedang, produksi telur sedang dan kulit telur berwarna cokelat (Suprijatna et al. , 2008).

2.1.3. Unggas darat
Bagian organ ayam yang tampak dari luar dari bagian kepala, leher, tubuh bagian depan dan tubuh bagian belakang. Paruh, mata, kelopak mata, jengger, cuping dan pial terdapat di bagian kepala sementara tubuh bagian depan terdapat dada dan sayap dibagian belakang terletak punggung, perut, ekor, paha, betis dan cakar (Suprijatna et al. , 2008). Paruh, jari dan taji bersifat menulang, tersusun atas keratin. Paruh ayam berbentuk runcing dan kecil karena disesuaikan dengan pakan yang terhadap hormon berupa biji-bijian. Jengger dan pial bersifat sensitif terhadap hormon sex sehingga dapat dijadikan indikator karakteristik secundary sex, sebagai accesor sexual epidermal. Jengger ayam jantan lebih besar dari pada ayam betina. Sepasang pial terdapat pada bagian kedua sisi rahang bawah dibagian basal paruh. Cuping telinga bersifat berdaging tebal yang terletak dibagian bawah telinga. Cakar pada ayam umumnya tertutup sisik yang merupakan penjuluran dari corium yang padat dan terbungkus oleh epidermis yang sangat tebal. Kelenjar minyak (glandula uropygal) yang terdapat dibagian atas ekor ayam berukuran sebesar kacang kapri, sedangkan pada unggas air tumbuh lebih besar (Rasyaf, 2000). Ayam memiliki bentuk paruh lancip, berwarna kuning, warna jengger merah serta kaki berwarna kuning bulu pada ayam jantan dijadikan sebagai daya tarik dalam menarik lawan jenisnya. Bagian kaki pada ayam jantan terdapat taji sedangkan pada ayam betina tidak terlalu berkembang dengan baik (Blakely dan Bade 1998).

2.1.4. Unggas air
Unggas air ialah semua spesies hewan bersayap (kelas Aves) yang dapat hidup di air. Spesies yang termasuk unggas air adalah itik (duck), angsa (goose) dan undan (swan). Itik dan angsa sudah cukup populer di Indonesia, sedangkan undan belum banyak dikenal oleh masyarakat. Itik Tegal merupakan salah satu unggas air yang ada di Indonesia. Warna bulunya bervariasi dari cokelat, totol-totol cokelat atau dikenal dengan warna branjangan, hitam dan putih. Ciri yang lebih utama dari itik Tegal ini adalah pada saat berjalan tegak dan jika dilihat dari arah kepala, leher, punggung sampai ke belakang bentuknya menyerupai botol. Lehernya panjang dan bulat, tubuhnya langsing, kepalanya kecil, matanya yang bersinar terang serta terletak pada bagian atas, ciri spesifik dari itik jantan dengan betina adalah ada tidaknya feather sex pada bulu ekornya (Srigandono, 1997). Itik betina memiliki karakteristik warna bulu kuning keabu-abuan dengan ujung bulu sayap, ekor, dada, leher dan kepala sedikit kehitaman. Itik jantan memiliki karakteristik warna bulu abu-abu kehitaman dan pada ujung ekor terdapat bulu yang melengkung ke atas (Warsito dan Roheni, 1994). Bulu itik berbentuk konkaf yang merapat erat kepermukaan badan dengan permukaan bagian dalam yang lembut dan tebal serta senantiasa berminyak. Fungsi bulu adalah untuk mencegah masuknya air sehingga air tidak dapat mencapai permukaan kulit (Rasyaf, 1998).
Itik memiliki selaput renang pada kedua kakinya yang membantu saat berenang, pada ayam tidak terdapat selaput renang, bentuk paruh pada itik pipih atau melebar sedangkan paruh pada ayam lancip, warna kaki dan paruh pada itik cenderung hitam sedangkan warna kaki dan paruh pada ayam kuning (Srigandono, 1997). Itik tidak mempunyai taji pada kakinya sedangkan ayam mempunyai taji pada kakinya, suara yang dikeluarkan oleh itik jantan lebih keras dari itik betina karena pada itik jantan memiliki syrinx sedangkan syrinx pada itik betina tidak berkembang (Rasyaf, 1998). Itik memiliki ukuran kaki yang lebih kecil dibandingkan dengan unggas lainnya tetapi memililki selaput renang. Bulunya tebal dan berminyak, sehingga mampu berenang lama di air. Kandungan
minyak dalam bulu itik mampu menghalangi air sehingga air tidak membasahi
bulu itik (Srigandono, 1997).

2.2. Anatomi dan Identifikasi Ternak Unggas
2.2.1 Sistem pencernaan
Alat pencernaan pada unggas terdiri atas saluran memanjang dimulai dari mulut (paruh), esophagus, tembolok, proventrikulus, gizzard, usus dan kloaka. Disamping itu pada sistem pencernaan terdapat 2 kelenjar yang berperan menghasilkan enzim lambung, yaitu hati dan pankreas (Suprijatna et al. , 2008). Sistem pencernaan unggas mempunyai perbedaan yang mendasar jika dibandingkan dengan sistem pencernaan mamalia. Unggas tidak memiliki gigi, sehingga tidak dapat memecah makanan di dalam mulut (Anggorodi, 1995).
Proses pencernaan pada unggas berlangsung sangat cepat, pada unggas betina yang sedang bertelur hanya memerlukan waktu 2,5 jam dan pada unggas betina tidak bertelur memerlukan waktu 8-12 jam lama waktu perjalanan pakan dari mulut ke kloaka (Suprijatna et al. , 2008). Susunan organ–organ pencernaan unggas terdiri dari traktus alimantarius yang terdiri atas mulut, faring, esophagus, tembolok, lambung, kelenjar, lambung otot, usus halus, usus buntu, usus besar, kloaka dan alat asesoris yang berupa hati, limfa dan pankreas (Anggorodi,1995).
Esophagus adalah suatu saluran yang merupakan jalan bagi pakan yang telah mengalami proses pencernaan di dalam mulut dan merupakan penghubung antara rongga mulut dengan lambung (Frandson, 1996). Mulut unggas terdapat lidah yang yang berfungsi untuk mendorong makanan masuk kedalam esophagus. Esophagus berhubungan langsung dengan tembolok, di dalam tembolok ini makanan ditampung sementara kecuali pada itik tembolok tidak berkembang. Panjang esophagus pada unggas antara 12,5-15,0 cm (Blakely dan Bade, 1998). Makanan selanjutnya melewati proventrikulus (glandula stomach) dari tembolok (Suprijatna et al. , 2008). Ayam tidak memiliki gigi atau pinggiran paruh yang bergerigi sehingga pada mulut (paruh) tidak terjadi pencernaan secara mekanik. Lidah pada unggas berfungsi membantu pada waktu makan karena ada bagian dari lidah yang bercabang pada bagian belakang yang mendorong makanan turun ke dalam kerongkongan. Saliva dalam jumlah sedikit dikelurkan dalam mulut untuk membantu menelan makanan untuk melicinkan makanan masuk (Akoso, 1998).
Proventrikulus merupakan suatu organ yang berdinding tebal dan langsung berhubungan dengan ventrikulus (Anggorodi, 1995). Proventriculus mengeluarkan asam lambung dan enzim pepsin, yang melakukan pemecahan protein menjadi asam amino (Blakely dan Bade, 1998).
Ventrikulus adalah suatu organ yang sangat berotot, berisi grid atau kerikil yang membantu proses pencernaan. Di dalam ventrikulus ini makanan dihancurkan dan dilumatkan dengan grid tersebut (Anggorodi, 1995). gizzard sangat tebal dan partikel pakan yang masuk akan segera digiling menjadi partikel kecil yang mampu melalui saluran usus (Frandson, 1996). Material halus akan masuk gizzard dan keluar lagi dalam beberapa menit, tetapi pakan berupa material kasar akan tinggal di gizzard untuk beberapa jam. Kerja penggilingan terjadi secara tidak sadar oleh otot empedal memiliki kecenderungan menghancurkan pakan seperti yang dilakukan oleh gigi (Blakely dan Bade, 1998). Pemberian grid dalam pakan adalah tidak umum tetapi dapat membantu kerja empedal. Pecahan granit, kulit kerang atau bahan keras yang tidak larut dapat digunakan sebagai pakan tambahan (Akoso, 1998).
Makanan bergerak melewati usus halus yang terdiri dari duodenum, jejenum dan illeum. Cairan di dalam usus adalah enzim-enzim yang disekresikan untuk memecah gula dan zat-zat pakan lainnya menjadi bentuk yang sederhana, dimana hasil pemecahan tersebut disalurkan ke dalam aliran darah. Hati dan pancreas membantu menghasilkan sekresi untuk pencernaan meskipun makanan yang masuk tidak melalui organ tersebut. Fungsi hati yang lain adalah mengeluarkan empedu yang ditampung dalam kantong empedu yang berfungsi untuk mengemulsikan lemak. Pancreas mensekresikan enzim-enzim seperti amilase, lipase, dan tripsin untuk membantu proses pencernaan karbohidrat, pencernaan protein, dan pencernaan lemak. Metabolisme gula juga diatur oleh hormon insulin (Blakely dan Bade, 1998). Setelah melewati usus halus makanan akan menuju usus besar sebelum keluar menuju kloaka. Antara usus halus dan usus besar terdapat usus buntu (sekum) yang sampai sekarang belum diketahui fungsinya (Anggorodi, 1995).

2.2.2 Sistem respirasi unggas
Sistem respirasi pada unggas berawal pada hidung yang menekan udara menuju pada faring dan trakea. Trachea yang bervolume besar dibentuk oleh jaringan-jaringan kartilago yang berhubungan dengan bronchus, pada unggas terdapat syrinx dan kantong udara (Frandson, 1996). Sistem pernafasan pada unggas tidak serumit saluran pencernaannya. Sistem pernafasan unggas terdiri dari nostril, trachea, syrinx, bronchus, bronchea, broncheolus dan paru-paru. Trachea merupakan saluran pertama yang berupa saluran yang berbuku-buku, syrinx adalah pita suara (Blakely dan Bade, 1998). Pada unggas jantan syrinx berkembang dengan baik, sedangkan pada unggas betina syrinx tidak berkembang. Bronchus merupakan percabangan dari trachea, merupakan cabang dari bronchus yang menyalurkan udara kedalam paru-paru melalui anak cabangnya. Broncheolus adalah anak cabang dari bronchus yang berbentuk saluran-saluran kecil yang menyalurkan udara dari bronchea ke paru-paru. Paru-paru merupakan organ vital dalam sistem pernafasan unggas, karena paru-paru merupakan pengatur sirkulasi udara dalam tubuh unggas (Srigandono, 1997).

2.2.3 Sistem reproduksi unggas
2.2.3.1 Sistem reproduksi unggas jantan. Terdiri dari tiga bagian utama, yaitu sepasang testis, sepasang saluran deferens, dan kloaka. testis terletak pada dorsal area rongga tubuh, dekat bagian akhir anterior ginjal (Srigandono, 1997). Bentuknya elipsoid dan berwarna kuning terang, sering pula berwarna kemerahan karena banyaknya cabang-cabang pembuluh darah pada permukaannya. Testis terdiri dari sejumlah besar saluran kecil yang bergulung-gulung dan dari lapisan-lapisannya dihasilkan sperma. Saluran tubulus seminiferus akhirnya menuju ke ductus deferent bermuara ke dalam sebuah papila kecil yang bersama berperan sebagai organ intromittent. Papila terletak di dinding dorsal kloaka. Sebutan organ kopulasi rudimenter pada unggas tidak ada hubungannya dengan ductus deferent dan terletak di bagian ventral median salah satu lipatan melintang pada kloaka. Organ ini merupakan organ rudimenter atau prosesus jantan yang digunakan pada pembedaan jenis (sexing) pada anak ayam dan anak kalkun berdasarkan pengamatan pada kloaka (Frandson, 1996). Testis menghasilkan sperma untuk membuahi telur yang berasal dari hewan betina dan hormon jantan androgen yang bertanggungjawab terhadap munculnya karakteristik kelamin sekunder unggas, seperti jengger yang berwarna merah cerah, bulu dan respon berkokok. Masing-masing testis terdiri dari sebagian besar saluran kecil yang disebut tubulus seminiferus, dimana di dalamnya dihasilkan spermatozoa (Akoso, 1998).
Testis yang berbentuk bulat kacang tersebut besarnya berbeda-beda menurut umur dan besar unggas (Sarwono, 1997). Spermatozoa yang dihasilkan dalam tubulus seminiferus disalurkan melalui epididimis menuju vas defferens. Masing-masing vas defferens menuju papilae yang berfungsi sebagai organ cadangan yang mengalami rudimenter. Papilae ini terletak di bagian tengah dari kloaka (Sarengat, 1982).
2.2.3.2 Sistem reproduksi unggas betina. Terdiri dari satu ovarium dan satu oviduk. Ovarium terletak pada rongga badan sebelah kiri. Pada saat perkembangan embrionik, terdapat dua ovari, akan tetapi pada perkembangan selanjutnya akan mengalami regresi sehingga pada saat menetas hanya akan dijumpai sebuah ovarium kiri, sedangkan yang kanan rudimenter. Ovarium unggas betina biasanya terdiri dari 5-6 folikel yang sedang berkembang dan sejumlah besar folikel putih kecil yang menunjukkan sebagai kuning telur yang belum dewasa (Suprijatna et al. , 2008). Alat reproduksi unggas (oviduk) terbagi dalam 5 bagian. Panjang dan berat oviduk tergantung pada umur dan fisiologi unggas. Bagian-bagian oviduk unggas meliputi infundibulum, panjangnya 9 cm berfungsi hanya menangkap ovum dan bagian ini sangat tipis dan mensekresikan sumber protein yang mengelilingi membrana vitelina. yang menyatakan bahwa infundibulum merupakan tempat terjadinya ovulasi. Infundibulum sangat tipis dan mensekresikan sumber protein yang mengelilingi membran vitelina. Kuning telur berada di bagian ini berkisar 15-30 menit (Tillman et al., 1991). Perbatasan antara infundibulum dan maghnum dinamakan sarang spermatozoa yang merupakan terminal akhir dari lalulintas spermatozoa sebelum terjadi pembuahan. Maghnum merupakan bagian yang terpanjang dari oviduk dengan panjang sekitar 33 cm, diperlukan waktu sekitar 3 jam bagi telur yang sedang berkembang untuk melalui magnum. Magnum merupakan tempat sintesis dan sekresi putih telur. Isthmus merupakan bagian oviduk dengan panjang 10 cm dan telur berada disini sekitar 1 jam 15 menit. Isthmus mensekresikan membran atau selaput telur sebagai suatu pembentukan kembali bentuk akhir dari telur. Panjang isthmus sekitar 10-12 cm. Uterus merupakan kelenjar kerabang yang utama dan terjadi suatu hidratasi putih telur atau plumping. Telur yang sedang berkembang tinggal di uterus sekitar 18-20 jam. Pada vagina hampir tidak terdapat sekresi di dalam pembentukan telur, kecuali pembentukan kutikula. Kloaka merupakan bagian ujung luar dari oviduk tempat dikeluarkannya telur. Total waktu yang diperlukan untuk pembentukan sebutir telur adalah 25-26 jam. Saluran reproduksi ayam bersifat tunggal, artinya hanya oviduk bagian kiri yang berkembang (Sarwono, 1997).

2.2.4 Sistem urinari
Ginjal terdiri dari banyak tubulus kecil yang menjadi unit fungsional utama dari ginjal. Fungsi utama dari ginjal adalah memproduksi urine, melalui proses yaitu filtrasi darah sehingga air dan limbah metabolisme diekskresikan dan proses reabsorpsi beberapa nutrien (misalnya glukosa dan elektrolit) yang kemungkinan digunakan kembali. Sel dan protein darah disaring keluar dari darah, sedangkan filtrat melewati tubula ginjal. Air dan zat-zat untuk tubuh sebagian besar diabsorbsi kembali, sedangkan sisa-sisa produk yang harus dibuang diekskresikan melalui urine (Srigandono, 1997). Ginjal memiliki peran kunci dalam pengaturan keseimbangan osmotik cairan tubuh. Ureter menghubungkan masing-masing dengan kloaka. Urine pada unggas terutama tersusun atas asam urat yang bercampur dengan feses pada kloaka dan keluar sebagai kotoran berupa material berwarna putih seperti pasta (Sarwono, 1993).

2.2.5 Identifikasi penyakit ternak unggas
Ilmu yang mempelajari penyebab penyakit disebut Etiologi. Berdasarkan penyebabnya penyakit dapat dibedakan menjadi indirect factor atau predisposing dan direct factor. Predisposing penyebab penyakit biasanya berkaitan dengan stress atau cekaman. Penyebabnya antara lain kedinginan, ventilasi yang buruk, populasi tinggi (overcrowding), tidak cukup tempat pakan dan minum serta overmedikasi (pengobatan yang berlebihan. Penyebab langsung penyakit bersifat infeksius non infeksius. Penyakit infeksius ada yang kontagius dan non kontagius. Penyakit kontagius adalah penyakit yang langsung ditransmisi dari individu atau flock kepada individu yang lain. Penyakit infeksius adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme hidup. Sebagian beasr penyakit infeksi pada unggas adalah kontagius, seperti penyakit karena virus, bakteri, riketsia, dan fungi. Sementara beberapa penyakit infeksi tidak kontagius, seperti aspergilosis (Suprijatna et al. , 2008). Penyakit pada unggas disebabkan karena parasit, protozoa, bakteri, virus dan cendawan. Penyakit yang disebabkan oleh parasit dikelompokkan menjadi eksoparasit dan endoparasit. Penyakit akibat serangan protozoa adalah coccidiosis atau berak darah. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh bakteri antara lain chronical respiratory disease (CRD), coryza, pullorum, foul typhoid, dan fowl cholera. Penyakit yang disebabkan oleh virus antara lain new castle disease (ND), infecious bronchitis (IB), dan avian influenza (AI) (Murtidjo, 1992). Ciri-ciri unggas sehat seperti konsumsi pakan dan air minum normal, kotoran normal dan tidak encer, giat melakukan aktifitas, bersuara normal, produksi telur normal, temperatur suhu normal berkisar antara 105 – 107 0F, denyut jantung normal antara 200 – 400 kali per menit, bernafas normal antara 36 kali per menit. Unggas yang menunjukkan ciri-ciri diluar unggas normal dapat dikatakan bahwa unggas tersebut sakit (Suprijatna et al. , 2008).

2.3. Formulasi Ransum Ternak Unggas
2.3.1. Pengertian ransum
Ransum merupakan campuran bahan pakan yang mengandung nutrisi bagi ternak, diberikan kepada ternak untuk kebutuhan selama 24 jam. Pakan adalah campuran berbagai macam bahan organik dan bahan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan bagi pertimbuhan, perkembangan dan reproduksi (Suprijatna et al. , 2008). Bahan pakan ternak adalah segala sesuatu yang dapat dimakan oleh ternak baik dalam bentuk dapat dimakan seluruhnya atau sebagian dan tidak mengganggu kesehatan ternak yang bersangkutan. Bahan-bahan makanan yang biasa digunakan untuk menyusun ransum di Indonesia yaitu berasal dari tumbuh-tumbuhan, sisa proses produksi pertanian, berasal dari hewan dan bahan makanan nonkonvensional. Bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti jagung kuning, jagung putih, kedelai, rumput muda, daun turi muda dan ubi kayu. Bahan makanan dari sisa proses produksi pertanian berupa bungkil kelapa, dedak, bekatul, bungkil kacang tanah, bungkil kacang kedelai, gaplek, bungkil inti sawit dan ampas tahu. Bahan makanan yang berasal dari hewan berupa tepung ikan, tepung darah, sisa-sisa dari rumah potong, tepung tulang dan tepung katak. Bahan makanan nonkonvensional berupa protein, peragian ubi kayu dan tepung daun kacang tanah (Rasyaf, 2000).

2.3.2. Kebutuhan nutrisi ternak unggas
Zat-zat makanan yang harus diperoleh ternak dari bahan pakan yang dikonsumsi oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yaitu karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin, dan air. Energi kadang-kadang dimasukkan sebagai zat makanan karena dihasilkan dari proses metabolisme dalam tubuh dari bahan karbohidrat, lemak, dan protein (Suprijatna et al., 2008). Unggas membutuhkan air bersih dan segar setiap saat, karena kandungan air yang tinggi dalam telur dan daging. Karbohidrat dibutuhkan dalam pakan unggas dan umumnya terdapat dalam konsentrasi tinggi seperti misalnya dalam bahan pakan butir-butiran. Lemak bersifat lebih siap pakai dalam pakan unggas dari pada ternak lain, untuk meningkatkan kandungan energi pakan guna merangsang pertumbuhan yang cepat atau untuk tingkat energi yang tinggi dalam ransum produksi broiler. Protein digunakan dalam bentuk hewani dan nabati guna menjaga keseimbangan asam-asam amino esensial dalam pakan. Mineral-mineral dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dan vitamin-vitamin dibutuhkan oleh ternak agar dicapai tingkat kesehatan yang memadai dan agar tidak mudah terjangkit penyakit (Blakely dan Bade, 1998).
2.3.2.1. Protein. Protein adalah persenyawaan organik kompleks yang mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, fosfor, dan sulfur. Suatu protein rata-rata mengandung 16% nitrogen maka kandungan protein dari bahan pakan dapat diduga dengan mengalikan kandungan nitrogen dengan 6,2. Protein yang diperoleh dengan cara ini disebut protein kasar (Suprijatna et al., 2008). Protein kasar yang dibutuhkan untuk ayam broiler fase starter berkisar antara 19,5%-22,7% sedangkan untuk finisher sebesar 18,1%-21,2% (Akoso, 1998).
2.3.2.2. Energi metabolisme. Nilai energi metabolisme dari bahan-bahan makanan adalah penggunaan yang paling banyak dan aplikasi yang praktis dalam ilmu nutrisi ternak unggas, karena pengukuran energi ini tersedia untuk semua tujuan, termasuk hidup pokok, pertumbuhan, penggemukan, dan produksi telur. Bahan pakan sumber energi mengandung karbohidrat relatif tinggi dibandingkan zat makanan lainnya (Suprijatna et al., 2005). Energi metabolisme yang dibutuhkan oleh ayam broiler tipe starter adalah sebesar 2800-3300 Kkal, sedangkan untuk tipe finisher adalah sebesar 2900-3300 Kkal (Amrullah, 2004).

2.2.3. Jenis-jenis bahan pakan
Bahan pakan adalah suatu bahan yang dimakan oleh ternak yang mengandung energi dan zat-zat gizi di dalam bahan pakan (Hartadi, 1997). Bahan pakan adalah segala sesuatu yang diberikan pada ternak berrupa bahan organik maupun bahan anorganik yang secara keseluruhan atau sebagian dapat dicerna dan tidak mengganggu kesehatan ternak (Soelistyono, 1976). Pertumbuhan produksi dan hidup pokok hewan memerlukan zat gizi. Pakan ternak mengandung zat gizi untuk keperluan kebutuhan energi maupun fungsi-fungsi (pertumbuhan, produksi dan hidup pokok) tetapi kandungan zat gizi pada masing-masing pakan ternak berbeda-beda (Amrullah, 2004).
2.2.3.1. Jagung kuning, jagung kuning merupakan bahan utama pakan ayam. Penggunaannya mencapai 15-70% dari total pakan. Jagung kuning lebih baik dari pada jagung putih karena mengandung pro-vitamin A untuk meningkatkan kualitas daging dan telur (Suprijatna et al. , 2008). Kelemahan jagung yaitu kandungan asam amino esensialnya rendah, terutama lisin dan triptofan. Itulah sebabnya mengapa penggunaan jagung yang tinggi harus diimbangi dengan penggunaan bahan lain sebagai sumber protein yang kandungan asam aminonya tinggi seperti tepung kedelai (Anggorodi, 1995). Jagung kuning giling mempunyai tekstur kasar, berbentuk serpihan, warna kuning, berbau khas dan masuk dalam klasifikasi kelas internasional yaitu sebagai sumber energi. Jagung mempunyai pigmen crytoxanthin yang merupakan prekusor vitamin A, pigmen ini akan menyebabkan warna yag menarik pada karkas ayam broiler. Jagung kuning ini diberikan kepada unggas antara lain ayam ras petelur, ayam broiler, ayam ras pembibit, itik, bebek, angsa, kalkun, ayam hias, ayam berkisar, ayam pelung dan ayam buras lainnya (Rasyaf, 2000).
2.2.3.2. Bekatul. Bekatul merupakan hasil sampingan atau limbah dari proses penggilingan padi. Nutrient yang terdapat dalam bekatul adalah protein kasar 9%-12%, pati 15%-35%, lemak 8%-12%, serta serat kasar 8%-11%. Bekatul memiliki kandungan serat kasar yang lebih tinggi daripada jagung atau sumber energi yang lain. Oleh karena itu, bekatul diberikan dalam jumlah yang terbatas maksimal 30%, tergantung pada jenis ternaknya. Untuk menghindari serangga dan bau tengik sehingga kualitas bekatul tidak berkurang, sebaiknya bekatul dijemur terlebih dahulu selama 3-4 hari (Agus, 2007). Bekatul mengandung protein kasar 12% dan Energi Metabolisme 2860 Kkal (Akoso, 1998). Bekatul hanya sebagai bahan tambahan setelah jagung. Kelemahan bekatul kandungan serat kasar dan lemaknya tinggi. Bekatul juga mengandung pitat dalam ikatan fosfor pitat sehingga daya cernanya rendah, mudah tengik dan mengganggu penyerapan kalsium (Suprijatna et al. , 2008).
2.2.3.3. Tepung ikan. Tepung ikan sebagai bahan baku pakan ternak unggas menduduki urutan pertama dalam penyediaan sumber protein hewani karena kandungan protein kasarnya sangat tinggi mencapai 53,5 % (Murtidjo,199). Tepung ikan berbentuk tepung halus dengan warna coklat tua dan berbau amis. Tepung ikan tidak hanya menjadi sumber protein dan asam amino yang baik, tetapi juga sumber mineral yang baik dan vitamin yang sempurna, karena kandungan nutrisinya yang sangat baik inilah maka harga pasarnya pun ikut tinggi. (Soetisno, 1979). Tepung ikan terbuat dari ikan dan sisa-sisa ikan, setelah dikeringkan dan digiling halus. Kandungan protein ikan sangat beragam, tergantung pada jenis ikan dan cara pengolahannya. Tepung dari ikan besar selalu mengandung protein lebih tinggi dibandingkan ikan kecil, namun bukan berarti tepung asal ikan kecil tidak mempunyai kelebihan (Suprijatna et al., 2005). Tepung ikan yang baik mengandung protein sekitar 60-70% dengan keseimbangan asam amino yang sangat baik dan kandungan Energi Metabolis 2640-3190 Kkal/kg (Rasyaf, 2000).

2.2.4. Metode penyusunan ransum
Metode penyusunan ransum dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu metode coba-coba (trial and error methode), metode bujur sangkar (pearson square methode) dan berbagai metode dengan program computer. Metode yang paling banyak digunakan adalah metode bujur sangkar (Suprijatna et al. , 2008). Cara coba-coba (trial and error) berdasarkan pengetahuan kita mengenai jumlah tingkat bahan makanan yang maksimal umum dipakai dengan ketentuan tercukupinya sumber energi dan proteinnya. Kelebihan metode coba-coba (trial and error metode) adalah perhitungan penyusunan pakannya menggunakan cara yang sederhana karena hanya berdasarkan pada kebutuhan protein, sedangkan kebutuhan zat-zat makanan lainnya ditambahkan bila perlu saja. Cara aljabar matrik memperlihatkan yang disusun dari pengetahuan kandungan zat makanan dan kebutuhan zat makanan sedangkan cara program linier, persyaratan pembatas ditetapkan secara kaku, artinya tidak ada peluang pembatas bersyarat ketidaksamaan (≤ dan ≥). Ketidaksamaan ini dapat diatasi dengan cara menambahkan peubah sisipan (slack variables) dan atau peubah buatan (artificial variables). Program linier dipakai dalam perhitungan masalah-masalah untuk mengakolasikan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi persyaratan yang diinginkan (Amrullah, 2004).
Cara penyusunan ransum seharusnya memperhatikan tujuan penyusunan ransum, bahan pakan yang tersedia dan tabel kandungan bahan pakan dari bahan-bahan yang tersedia yang direkombinasikan untuk setiap periode pertumbuhan produksi (Suprijatna et al. , 2008). Percampuran bahan pakan dilakukan dengan cara bertahap. Percampuran dimulai dengan cara dari bahan yang paling sedikit porsinya, atau dari yang banyak porsinya. Percampuran cara ini dimaksudkan supaya pakan tersebut bercampur secara homogen, supaya percampuraannya merata dan percampurannya dapat menggunakan alat feed mixer atau mesin pengaduk makanan (Rasyaf, 1998).


BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Produksi Ternak Unggas dengan materi Pengenalan Jenis dan Penyusunan Ransum Ternak Unggas dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 19 Oktober 2010 pukul 14.00-16.00 WIB di Laboratorium Penetasan Ilmu ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.

3.1. Materi
3.1.1. Pengenalan jenis dan klasifikasi ternak unggas
Bahan yang digunakan dalam praktikum Pengenalan Jenis dan Klasifikasi Ternak Unggas antara lain slide mengenai klasifikasi unggas dan sepasang awetan itik. Alat yang digunakan dalam praktikum Pengenalan Jenis dan Penyusunan Ransum Ternak Unggas antara lain alat tulis sebagai alat pencatat hasil pengamatan.

3.1.2. Anatomi dan identifikasi ternak unggas
Bahan yang digunakan dalam praktikum anatomi dan identifikasi ternak unggas antara lain yaitu 2 ekor ayam jantan, 1 ekor itik jantan, 1 ekor itik betina. Sedangkan peralatan yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini adalah nampan sebagai tempat untuk meletakkan bahan percobaan, gunting bedah untuk menggunting kulit unggas, pisau bedah untuk membedah organ unggas, plastik sebagai tempat sisa-sisa bahan percobaan, timbangan kitchen scale digital digunakan untuk menimbang ternak unggas, alat pengukur panjang (meteran) untuk mengukur panjang organ ternak unggas, alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan dan pengukuran, dan kain lap untuk membersihkan noda.

3.1.3. Formulasi ransum ternak unggas
Bahan yang digunakan dalam praktikum Anatomi dan Identifikasi Ternak Unggas antara lain tepung ikan, jagung kuning giling dan bekatul. Alat yang digunakan untuk praktikum antara lain nampan sebagai tempat pencampuran bahan ransum, timbangan digital sebagai alat untuk menimbang bahan pakan sesuai takaran, alat tulis sebagai alat pencatat hasil pengamatan.

3.2. Metode
3.2.1. Pengenalan jenis dan klasifikasi ternak Unggas
Metode yang digunakan dalam praktikum Pengenalan Jenis dan Klasifikasi ternak unggas adalah mengamati secara cermat jenis-jenis unggas berdasarkan klasifikasi standar melalui slide mengenai klasifikasi unggas dan sepasang awetan itik.

3.2.2. Anatomi dan identifikasi ternak unggas
Metode yang digunakan dalam anatomi dan identifikasi ternak unggas adalah menyiapkan unggas yang akan diidentifikasi anatominya. Menimbang bobot hidup ternak unggas kemudian menyembelih ternak unggas tersebut. Menimbang bobot mati dan bobot darah lalu membasahi dan membersihkan bulu-bulu di daerah yang akan disayat. Menyayat dengan cara menggunting secara horizontal oto perut didekat tulang rusuk hingga pertautan antara tulang dada dengan sayap. Memotong bagian dada dari persendian scapulanya hingga bagian tersebut dapat dibuka. Mengamati dan menggambar preparasi utuh sebelum dilakukan pemisahan organ. Memisahkan masing-masing saluran dan organ yang akan diamati kemudian menggambarnya. Melakukan penimbangan dan pengukuran panjang dari masing-masing saluran dan organ yang diamati termasuk juga bobot cakar, kepala, dan leher.

3.2.3. Formulasi ransum ternak unggas
Metode yang digunakan dalam praktikum formulasi ransum adalah metode coba-coba (trial and error methode). Menentukan kebutuhan nutrisi dari unggas berdasarkan kebutuhan rasio energi, menentukan bahan-bahan pakan yang akan digunakan, mengetahui kandungan nutrisi bahan pakan berdasarkan tabel komposisi bahan pakan. Membuat formulasi ransum dari bahan pakan yang tersedia yaitu jagung kuning giling, bekatul, dan tepung ikan. Menimbang bahan pakan sesuai kebutuhan kemudian mencampur dengan memasukkan bahan pakan dengan jumlah paling banyak terlebih dahulu. Memasukkan bahan pakan pertama lalu membagi menjadi empat bagian sama besar. Menambahkan bahan pakan kedua kemudian mencampur dan membagi lagi menjadi empat bagian sama besar. Menambahkan bahan pakan yang terakhir yaitu bahan pakan dengan jumlah terendah lalu mencampurnya dengan merata. Mencatat hasil formulasi bahan pakan yang diperoleh pada tabel hasil perhitungan formulasi bahan pakan kegiatan praktikum yang telah disediakan.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengenalan Jenis dan Klasifikasi Ternak Unggas
4.1.1. Klasifikasi Unggas secara internasional
Berdasarkan hasil praktikum klasifikasi unggas diperoleh gambar sebagai berikut :


Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2010.
Ilustrasi 1. Ayam kelas Inggris (Cornish)
Berdasarkan hasil pengamatan pada ayam yang termasuk kelas Inggris (Cornish), dapat dilihat postur tubuh bagian depan yang lebih besar dan berbentuk kotak sesuai tipenya yang kebanyakan merupakan penghasil daging, cuping berwarna merah, dan kulit berwarna putih. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa ayam kelas Inggris adalah sekelompok ayam yang dibentuk dan dikembangkan di negara Inggris. Bangsa ayam yang termasuk dalam kelas Inggris antara lain Sussex, Cornish, Orpington, Australorp dan Dorking. Menurut Blakely dan Bade (1998) karakteristik ayam kelas Inggris adalah bentuk tubuh besar, cuping berwarna merah, kulit putih, kerabang telur cokelat kekuningan, bulu merapat ke tubuh dan termasuk tipe pedaging. Ayam bangsa Cornish terutama White Cornish biasanya dijadikan pejantan untuk pembentukan ayam pedaging, dikawinsilangkan dengan betina Plymouth Rock.


Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2010.

Ilustrasi 2. Ayam kelas Amerika (Rhode Island Red)
Berdasarkan hasil pengamatan pada ayam yang termasuk kelas Amerika (Rhode Island Red), memenuhi karakteristik bentuk seperti ayam petelur yaitu cenderung berbentuk segitiga dan lebar pada bagian belakang, selain itu postur tubuhnya juga besar pada bagian dada yang sesuai sebagai tipe pedaging, sehingga termasuk tipe ayam ini termasuk tipe ayam dwiguna. Karakteristik lain adalah cuping berwarna merah, kulit berwarna putih dan cakar tidak berbulu. Hal ini sesuai dengan pendapat Blakely dan Bade (1998) yang menyatakan bahwa ayam kelas Amerika adalah kelompok ayam yang dibentuk dan dikembangkan di Amerika Serikat. Suprijatna et al. (2008) menambahkan bahwa karakteristik kelas Amerika adalah bentuk tubuh sedang, cuping telinga berwarna merah, bulu mengembang dan kulit berwarna putih. Ciri khas lain kulit telur berwarna cokelat kekuningan, cakar tidak berbulu dan terkenal sebagai tipe dwiguna. Bangsa-bangsa ayam yang termasuk ke dalam kelas ini adalah Plymouth Rock, Wyandotte, Rhode Island Red (RIR), New Hampshire dan Jersey.


Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2010.

Ilustrasi 3. Ayam kelas Asia (Cochin China)

Berdasarkan hasil pengamatan pada ayam yang termasuk kelas Asia (Cochin China), bentuk tubuhnya terlihat besar, terutama pada bagian dada yang menyerupai tipe pedaging. Ayam yang termasuk kelas Asia (Cochin China) memiliki bulu dan bentuk tubuh yang indah dan biasanya digunakan untuk kesenangan, keindahan maupun kelangkaan (tipe fancy). Hal ini sesuai dengan pendapat Blakely dan Bade (1998) yang menyatakan bahwa ayam kelas Asia dibentuk atau dikembangkan di wilayah Asia. Contohnya brahma, Langshan dan Cochin China. Menurut Suprijatna et al. (2008), karakteristik ayam kelas Asia yaitu bentuk tubuh besar, bulu merapat ke tubuh, cuping berwarna putih sampai gelap dan merupakan tipe pedaging dan fancy.

Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2010.

Ilustrasi 4. Ayam kelas Mediterania (Leghorn)

Berdasarkan hasil pengamatan pada ayam yang termasuk kelas Mediterania (Leghorn), kebanyakan bentuk tubuhnya segitiga. Bagian belakang tubuh lebih besar karena produksi telur tinggi, cuping telinga berwarna putih, bulu mengembang dan kulit berwarna putih. Ayam tipe petelur mudah stres dan terkejut. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa kelompok ayam kelas Mediterania atau laut tengah dibentuk dan dikembangkan disekitar negara dan pulau di Laut Tengah, seperti Spanyol dan Italia. Menurut Blakely dan Bade (1998) karakteristik ayam kelas Mediterania adalah bulu mengembang, cuping telinga berwarna putih, bentuk tubuh ramping, warna kulit putih, kerabang telur berwarna putih dan merupakan tipe petelur.


Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2010.

Ilustrasi 5. Itik Tegal

Berdasarkan hasil pengamatan pada awetan itik Tegal jantan dan itik Tegal betina, dapat diketahui bahwa itik jantan mempunyai warna bulu coklat keabu-abuan, sedangkan pada betina warnanya lebih cerah. Paruh itik jantan panjang dan berwarna hitam, sedangkan pada itik betina warna paruh lebih cerah. Itik mempunyai leher panjang, cakar berkulit hitam, mempunyai postur yang tegak. Itik jantan mempunyai bulu ekor yang mencuat ke atas dan itik betina mempunyai bulu ekor ke bawah. Selain itu yang membedakan antara itik jantan dan itik betina adalah feather sex pada itik jantan pada belakang ekor yang digunakan untuk menarik perhatian itik betina. Menurut Srigandono (1997) bahwa warna bulunya bervariasi dari cokelat, totol-totol cokelat atau dikenal dengan warna branjangan, hitam dan putih. Ciri yang lebih utama dari itik Tegal ini adalah pada saat berjalan tegak dan jika dilihat dari arah kepala, leher, punggung sampai ke belakang bentuknya menyerupai botol. Lehernya panjang dan bulat, tubuhnya langsing, kepalanya kecil, ciri spesifik dari itik jantan dengan betina adalah ada tidaknya feather sex pada bulu ekornya. Ditambahkan oleh (Wasito dan Roheni, 1994) bahwa itik betina mempunyai ciri bulu kuning keabu-abuan dengan ujung bulu sayap, ekor, dada, leher, dan kepala sedikit kehitaman. Pada itik jantan berwarna abu-abu kehitaman dan pada ujung ekor terdapat bulu ang melengkung ke atas dan memiliki warna paruh dan kaki kuning.

4.1.2. Unggas darat
Berdasarkan praktikum mengenai identifikasi eksterior unggas darat diperoleh gambar sebagai berikut :















Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2010

Ilustrasi 6. Gambar Eksterior Unggas Darat (ayam)
Keterangan:
1. Paruh 4. Leher 7. Dada
2. Pial/jengger 5. Sayap 8. Paha
3. Mata 6. Ekor 9. Cakar
Berdasarkan hasil praktikum menunjukkan bahwa ayam mempunyai ciri-ciri bentuk paruh lancip karena disesuaikan dengan pakan yang dimakan yaitu berbentuk butiran dan berwarna kuning, mempunyai jengger, pial dan cuping dibagian kepala berwarna merah, esophagus berkembang, bertaji, mempunyai cakar yang tidak berselaput serta bulu yang berminyak namun tidak sebanyak pada unggas air, kerena habitat ayam didarat dan kelenjar minyak di bagian belakang ekor lebih kecil daripada kelenjar minyak pada unggas air. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sarwono (1997) yang menyatakan bahwa ayam memiliki bentuk paruh lancip, berwarna kuning, warna jengger merah serta kaki berwarna kuning. Bagian kaki ayam jantan terdapat taji yang berkembang dengan baik. Paruh, jari dan taji bersifat menulang, tersusun atas keratin. Ditambahkan dengan pendapat Rasyaf (2000) bahwa paruh ayam berbentuk runcing dan kecil karena disesuaikan dengan pakan yang berupa biji-bijian. Jengger dan pial bersifat sensitif terhadap hormon sex sehingga dapat dijadikan indikator karakteristik secundary sex, sebagai accesor sexual epidermal. Jengger ayam jantan lebih besar dari pada ayam betina. Sepasang pial terdapat pada bagian kedua sisi rahang bawah dibagian basal paruh. Cuping telinga bersifat berdaging tebal yang terletak dibagian bawah telinga. Cakar pada ayam umumnya tertutup sisik yang merupakan penjuluran dari corium yang padat dan terbungkus oleh epidermis yang sangat tebal. Kelenjar minyak (glandula uropygal) yang terdapat dibagian atas ekor ayam berukuran sebesar kacang kapri, sedangkan pada unggas air tumbuh lebih besar.

4.1.3. Unggas air
Berdasarkan hasil praktikum mengenai identifikasi eksterior unggas air diperoleh gambar sebagai berikut :



Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2010.

Ilustrasi 7. Gambar Eksterior Unggas Air (itik)
Keterangan:
1. Paruh 5. Dada 9. Selaput
2. Mata 6. Sayap 10. Bulu
3. Kepala 7. Paha 11. Ekor
4. Leher 8. Kaki
Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa unggas air yang diamati adalah itik. Itik mempunyai bagian eksterior terdiri dari kepala, mata sebagai indera penglihat, leher yang panjang membantu itik saat paruh melumuri badan dengan minyak dari kelenjar minyak, paruh yang berbentuk tumpul memanjang yang berfungsi untuk mengambil makanannya yang lembek, tembolok tidak berkembang karena pengaruh pakan yang lembek, badan berbentuk oval membulat, ekornya pendek, kaki yang relatif pendek agar mempermudah ketika berjalan di air, cakar berlapis selaput renang yang berfungsi sebagai alat bantu renang. Bulu selalu mengkilap karena berminyak yang berfungsi melindungi agar tubuhnya tidak terkena air secara langsung ketika berada di air. Itik jantan mempunyai bulu ekor yang mencuat ke atas sedangkan itik betina mempunyai bulu ekor ke bawah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Srigandono (1997) bahwa ciri yang lebih utama dari itik Tegal ini adalah pada saat berjalan tegak dan jika dilihat dari arah kepala, leher, punggung, sampai ke belakang bentuknya menyerupai botol, lehernya panjang dan bulat, tubuhnya langsing, kepalanya kecil. Itik mempunyai kaki yang relatif pendek untuk ukuran badannya, jari atau toes yang terletak di bagian interior dihubungkan oleh selaput (foot web) yang memungkinkan ia dapat bergerak cepat di dalam air. Foot web ini menghubungkan jari-jari keempat, ketiga, dan kedua. Rasyaf (1998) menjelaskan pula bahwa bulu itik berbentuk konkaf yang merapat erat kepermukaan badan dengan permukaan bagian dalam yang lembut dan tebal serta senantiasa berminyak. Fungsi bulu adalah untuk mencegah masuknya air sehingga air tidak dapat mencapai permukaan kulit. Timbunan lemak yang terdapat di bagian bawah kulit berfungsi sebagai insulator sehingga itik tahan dingin walau berada dalam air untuk jangka waktu yang cukup lama.

4.1.4. Perbedaan unggas darat dan air
Berdasarkan hasil praktikum dapat dilihat perbedaan unggas darat dengan unggas air. Perbedaan tersebut antara lain tampak dari paruh ayam (unggas darat) berbentuk runcing karena disesuaikan dengan pakan ayam yang berupa biji-bijian, sedangkan itik mempunyai bentuk paruh yang tumpul memanjang yang berfungsi untuk mengambil makanannya yang lembek. Kepala ayam terdapat jengger, berwarna merah sedangkan itik tidak, sehingga kepala ayam terlihat lebih besar dibanding dengan kepala itik. Leher ayam lebih pendek dan tembolok berkembang dengan baik karena pakan yang dimakan dalam bentuk butiran sehingga membutuhkan tempat penampungan sementara sebelum pakan tersebut masuk kedalam lambung, sedangkan leher itik lebih panjang namun tembolok kurang berkembang karena disesuaikan dengan pakan yang lembek dan habitat hidupnya di air. Kelenjar minyak yang terdapat pada itik lebih besar dibanding dengan ayam, hal ini karena habitat itik di air sehingga banyak minyak yang digunakan untuk melumuri bulunya agar tubuhnya tidak terkena air secara langsung. Kaki itik terdapat selaput renang untuk memudahkan dalam berenang namun tidak mempunyai taji, sedangkan pada kaki ayam tidak terdapat selaput karena habitatnya di darat namun mempunyai taji yang berkembang terutama pada ayam jantan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rasyaf (2000) yang menyatakan bahwa paruh ayam berbentuk runcing dan kecil karena disesuaikan dengan pakan yang berupa biji-bijian. Ditambahkan oleh Srigandono (1997) bahwa itik memiliki selaput renang pada kedua kakinya yang membantu saat berenang, pada ayam tidak terdapat selaput renang, bentuk paruh pada itik pipih atau melebar sedangkan paruh pada ayam lancip.
Srigandono (1997) menambahkan bahwa itik memiliki ukuran kaki yang lebih kecil dibandingkan dengan unggas lainnya tetapi memililki selaput renang. Bulunya tebal dan berminyak, sehingga mampu berenang lama di air. Kandungan
minyak dalam bulu itik mampu menghalangi air sehingga air tidak membasahi
bulu itik. Dijelaskan pula oleh Rasyaf (1998) bahwa Itik tidak mempunyai taji pada kakinya sedangkan ayam mempunyai taji pada kakinya.

4.2. Anatomi dan identifikasi ternak unggas
Praktikum Produksi Ternak Unggas mengenai Anatomi dan identifikasi ternak unggas ini adalah mengamati sistem-sistem organ tubuh yang ada pada itik dan ayam yang meliputi sistem pencernaan, sistem respirasi, sistem reproduksi jantan dan betina, sistem urinari serta identifikasi penyakit ternak unggas.

4.2.1. Sistem pencernaan
Berdasarkan dari pengamatan terhadap sistem pencernaan ayam (unggas darat) dan itik (unggas air) diperoleh gambar seperti berikut:









Sistem Pencernaan Itik Sistem Pencernaan Ayam
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2010.

Ilustrasi 8. Gambar Organ Pencernaan Unggas
Keterangan:
1. Esophagus 5. Hati 9. Micel difentriculum
2. Tembolok 6. Pancreas 10. Usus buntu
3. Proventiculus 7. Duodenum 11. Usus besar
4. Gizzard 8. Jejunum dan ileum 12. Cloaca

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa sistem pencernaan pada ayam yang terdiri atas mulut, kerongkongan, tembolok, lambung kelenjar (proventrikulus), lambung otot (gizzard), usus halus yang terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum, usus besar, usus buntu dan kloaka, demikian pula pada itik juga memiliki bagian-bagian tersebut. Esophagus merupakan saluran penghubung antara mulut dan lambung (gizzard) yang berfungsi sebagai jalan pakan, berbentuk memanjang dan silinder, panjang esophagus pada ayam dan itik adalah 4 cm dan 20,5 cm. Hal tersebut tidak sesuai dengan pendapat Blakely dan Bade (1998) yang menyatakan bahwa panjang esophagus berkisar 12,5–15,0 cm. Esophagus merupakan suatu saluran pakan yang masuk ke paruh dan yang selanjutnya dibawa ke lambung. Frandson (1996) menambahkan bahwa esophagus adalah suatu saluran yang merupakan jalan bagi pakan yang telah mengalami proses pencernaan di dalam mulut dan merupakan penghubung antara rongga mulut dengan lambung.
Panjang paruh itik dan ayam yaitu 7 cm dan 3,5 cm. Ukuran paruh itik lebih panjang dan berbentuk pipih dibandingkan paruh ayam yang cenderung lebih pendek dan runcing. Hal ini karena pakan yang dimakan oleh itik dan ayam berbeda. Ayam lebih menyukai pakan yang berbentuk butiran sehingga paruhnya runcing, sedangkan itik lebih menyukai pakan yang lembek sehingga paruhnya pipih dan panjang untuk mempermudah dalam pengambilan pakan. Paruh itik dan ayam mempunyai lidah dan kelejar ludah untuk membantu mendorong makanan ke kerongkongan, hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa di dalam mulut ayam terdapat lidah yang yang berfungsi untuk mendorong makanan untuk masuk ke dalam esophagus. Ditambahankan oleh Warsito dan Roheni (1994) bahwa lidah untuk mendorong makanan ke dalam kerongkongan, juga berfungsi untuk menahan air, di dalam mulut juga terdapat kelenjar ludah yang berfungsi untuk membantu pada waktu menelan.
Tembolok pada ayam dan itik adalah 6 cm dan 5 cm. Tembolok merupakan tempat penyimpanan makanan sementara sebelum masuk ke dalam lambung dan tidak terjadi proses pencernaan. Tembolok pada itik tidak begitu berkembang karena faktor pakan yang dimakan oleh itik yaitu pakan berbentuk lembek. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa di dalam tembolok tidak ada atau bahkan sedikit proses pencernaan, kecuali pencampuran sekresi saliva dari mulut yang dilanjutkan aktivitasnya di tembolok. Perut unggas terdiri dari perut kelenjar (proventriculus) dan (gizzard). Proventriculus merupakan suatu pelebaran dari kerongkongan yang dindingnya menebal menuju ke arah gizzard. Panjang proventrikulus ayam dan itik adalah 8 cm dan 5 cm. Panjang gizzard ayam dan itik jantan adalah 6 dan 6,5 cm. Gizzard atau ventriculus merupakan perut atau lambung yang tersusun atas otot yang kuat dan tebal yang berada diantara proventriculus dan usus halus, berfungsi sebagai tempat menghancurkan atau menggiling pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1996) bahwa gizzard sangat tebal dan partikel pakan yang masuk akan segera digiling menjadi partikel kecil yang mampu melalui saluran usus. Material halus akan masuk gizzard dan keluar lagi dalam beberapa menit, tetapi pakan berupa material kasar akan tinggal di gizzard untuk beberapa jam.
Usus halus merupakan saluran pencernaan setelah gizzard yang dibedakan menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejunum dan ileum yang saling berurutan. Panjang duodenum, ileum dan jeuenum pada ayam dan itik yaitu 22,5 dan 49 cm untuk panjang duodenum, 55 cm dan 59 cm untuk panjang ileum, adalah 66 dan 36,5 cm untuk panjang jejunum sesuai dengan pendapat Tillman et al. (1991) bahwa duodenum adalah usus halus yang menghubungkan lambung, jejunum adalah usus halus yang berada di bagian tengah, ileum adalah bagian akhir dari usus halus yang berhubungan langsung dengan usus buntu (ceca). Duodenum dapat diketemukan batasannya secara jelas karena pada duodenum, pankreas melekat sedangkan pada jejunum dan ileum sulit ditemukan batasan yang pasti. Namun pemisah antara jejunum dan ileum (micel difentriculum) lebih jelas pada ayam daripada pada itik. Absorbsi hasil pencernaan makanan terjadi di usus halus. Sesuai dengan pendapat Frandson (1996) yang menyatakan bahwa zat-zat makanan yang nantinya masuk ke usus besar telah mengalami absorbsi di usus halus.
Pada ayam dan itik juga ditemukan usus buntu. Usus buntu merupakan buluh-buluh yang buntu dan timbul di tempat pertemuan usus halus dan usus besar. Usus buntu berisi sejumlah makanan atau bahan yang tidak tercerna, berwarna hitam atau putih. Panjang usus buntu pada unggas sekitar 13,2 cm. Usus tersebut termasuk tidak normal karena tidak sesuai dengan standar panjang usus pada unggas. Hal tersebut sesuai dengan pandapat Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa ceca normal pada unggas sekitar 15 cm. Panjang usus besar ayam dan itik jantan adalah 8 dan 9,5 cm, memiliki diameter lebih besar daripada usus halus. Usus besar terletak diantara usus buntu dan kloaka. Hal ini sesuai pendapat Tillman et al. (1991) yang mengungkapkan bahwa panjang usus besar hanya sekitar +10 cm dengan diameter sekitar dua kali usus halus. Bentuknya melebar dan terdapat pada bagian akhir usus halus ke kloaka. Kloaka merupakan bagian akhir dari saluran pencernaan setelah usus besar, berbentuk tabung dan merupakan muara dari saluran pencernaan, saluran kencing, dan saluran reproduksi berfungsi sebagai lubang pengeluaran, baik kencing, feses, telur, dan sebagai alat reproduksi. Panjang kloaka pada unggas sekitar 2,5 cm. Hati adalah organ asesoris berwarna merah kecoklatan dan berperan mensekresi cairan empedu yang berhubungan dengan duodenum dan membantu dalam pencernaan lemak di duodenum. Pancreas adalah kelenjar yang menumpel pada duodenum sehingga membentuk huruf U yang berfungsi mengeluarkan enzim-enzim yang diperlukan dalam proses pencernaan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Blakely dan Bade (1998) bahwa hati dan pankreas membantu menghasilkan sekresi untuk pencernaan meskipun makanan yang masuk tidak melalui organ tersebut. Fungsi hati yang lain adalah mengeluarkan empedu yang ditampung dalam kantong empedu yang berfungsi untuk mengemulsikan lemak. Pankreas mensekresikan enzim-enzim seperti amilase prankreas, lipase prankreas, dan tripsin untuk membantu pencernaan karbohidrat, protein, dan lemak di duodenum.


4.2.2. Sistem Respirasi unggas
Berdasarkan dari pengamatan terhadap sistem respirasi ayam (unggas darat) dan itik (unggas air) diperoleh gambar seperti berikut:



Sistem Respirasi Itik Sistem Respirasi Ayam
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2010.
Ilustrasi 9. Gambar Organ Respirasi Unggas
Keterangan:
1.Trachea 3. Bronciolus 5. Syrinx
2. bronchus 4. Paru-paru


Sistem pernafasan unggas terdiri dari trakea, bronchus, broncheolus dan paru-paru, yang membedakan adalah pada itik terdapat syrinx pada batang tenggorok, yang merupakan pelebaran trachea. Trachea berbentuk seperti selang, merupakan saluran pernafasan pertama yang tersusun atas tulang rawan yang berbuku-buku. Syrinx merupakan bagian dari trachea yang mengembang, berfungsi sebagai pita suara. Syrinx antara itik jantan dan betina berbeda, pada itik jantan syrinx berkembang, sedangkan pada itik betina syrinx kurang berkembang. Oleh karena itu itik jantan mempunyai suara yang lebih keras dibandingkan dengan itik betina. Bronchus merupakan percabangan dari trachea, dan diikuti oleh broncheolus yang merupakan percabangan dari bronchus yang berada di dalam paru-paru. Paru-paru unggas terdiri dari dua bagian, warna paru-paru dari itik lebih cerah dibandingkan dengan paru-paru ayam. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (2000) bahwa sistem pernafasan unggas terdiri dari nostril, trachea, syrinx, bronchus, broncheolus dan paru-paru. Trachea merupakan saluran pertama yang berupa saluran yang berbuku-buku, syrinx adalah pita suara. Ditambahkan dengan pendapat Blakely dan Bade (1998) bahwa bronchus merupakan percabangan dari trachea, merupakan cabang dari bronchus yang menyalurkan udara kedalam paru-paru melalui anak cabangnya. Broncheolus adalah anak cabang dari bronchus yang berbentuk saluran-saluran kecil yang menyalurkan udara dari bronchea ke paru-paru. Paru-paru merupakan organ vital dalam sistem pernafasan unggas, karena paru-paru merupakan pengatur sirkulasi udara dalam tubuh unggas. Dengan demikian siring dan warna dari kantung udara menjadi pembeda yang jelas antara ayam dan itik.

4.1.3. Sistem reproduksi unggas
4.2.3.1. Sistem reproduksi unggas jantan, berdasarkan dari pengamatan terhadap sistem reproduksi ayam jantan (unggas darat) dan itik jantan (unggas air) diperoleh gambar seperti berikut:





Sistem Reproduksi Itik Jantan Sistem Reproduksi Ayam Jantan
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2010.
Ilustrasi 10. Gambar Organ Reproduksi Unggas jantan
Keterangan :
1. Testis
2. Vas defferens
3. Cloaca


Itik dan ayam jantan memiliki dua buah testis dalam rongga perut bagian atas terletak di punggung dekat ujung ginjal sebelah depan dan di bawahnya. Testis berbentuk lonjong dan berwarna kuning pucat. Vas defferens merupakan saluran yang berfungsi menyalurkan sperma dan berhubungan dengan kloaka. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Srigandono (1997) yang menyatakan bahwa sistem reproduksi unggas jantan yaitu terdiri dari dua testis yang masing-masing mempunyai sebuah saluran sperma yang bernama vas defferens dan sebuah kloaka yang menjadi muara dari sistem reproduksi tersebut. Testis itik dalam pengamatan berbentuk bulat seperti kacang namun mempunyai ukuran yang sangat kecil, hal ini terjadi karena umur itik masih muda. Testis ayam hampir sama dengan testis itik dimana bentuknya berupa lonjong berjumlah 2 buah dan berukuran sangat kecil. Testis ayam kurang dapat diamati karena pada saat pembedah terjadi sedikit kerusakan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008), bahwa ukuran tertis besarnya berbeda-beda menurut umur dan besar unggas.
4.2.3.2. Sistem reproduksi unggas betina. Berdasarkan dari pengamatan terhadap sistem reproduksi ayam jantan (unggas darat) dan itik jantan (unggas air) diperoleh gambar seperti berikut:



Sistem Reproduksi Itik Betina Sistem Reproduksi Ayam Betina
Sumber: Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2010.

Ilustrasi 11. Gambar Reproduksi Unggas Betina
Keterangan :
1. Oviduct
2. Yolk
3. Infundibulum
4. Magnum
5. Isthmus
6. Uterus
7. Vagina
8. Cloaca
9. Ovarium


Ovarium terletak pada rongga badan sebelah kiri. Ovarium itik terdiri atas bulatan-bulatan atau folikel-folikel berwarna putih yang merupakan bakalan telur yang belum berkembang, ini menunjukkan bahwa itik yang diamati belum memproduksi telur atau masih tergolong itik muda. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa ovarium biasanya terdiri dari 5-6 folikel yang sedang berkembang dan sejumlah folikel putih kecil sebagai kuning telur. Infundibulum berbentuk seperti corong, bagian dari oviduct dengan panjang 9 cm, berada dibawah ovarium dan memiliki fungsi untuk menangkap ovum yang telah masak, dan sebagai tempat bertemunya ovum dan sperma atau tempat ovulasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman et al. (1991) yang menyatakan bahwa infundibulum merupakan tempat terjadinya ovulasi. Infundibulum sangat tipis dan mensekresikan sumber protein yang mengelilingi membran vitelina. Kuning telur berada di bagian ini berkisar 15-30 menit.
Magnum merupakan saluran kelanjutan dari oviduct, bagian terpanjang dari oviduct dan merupakan tempat disekresikan cairan putih telur. Isthmus merupakan bagian dari oviduct, saluran setelah magnum, tempat disekresikannya bahan-bahan penyusun cangkang telur. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa magnum merupakan bagian dari organ reproduksi yang dilapisi oleh albumin sebagai tempat pembentukan putih telur kental. Isthmus merupakan bagian yang menentukan bentuk telur karena terdapat kelenjar-kelenjar pembentuk selaput telur. Uterus merupakan lanjutan dari isthmus, tempat terjadi pembentukan kerabang dan merupakan tempat terjadinya penyempurnaan telur dengan disekresikan albumen cair, mineral, vitamin, dan air. Vagina hanya berperan pada proses pengeluaran telur. Sistem reproduksi pada unggas berakhir di kloaka yang merupakan muara dari sistem reproduksi yaitu pengeluaran telur dan alat perkawinan, sistem urinari yaitu pengeluaran urin dan sistem pencernaan yaitu pengeluaran ekskreta atau feses. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa uterus berfungsi sebagai tempat pengapuran dan pigmentasi cangkang. Telur berada didalamnya kurang lebih selama 21 jam. Vagina hanya berperan pada proses pengeluaran telur dan tempat peletakan sementara pada waktu perkawinan dan berakhir di kloaka.

4.1.4. Sistem urinari unggas
Berdasarkan dari pengamatan terhadap sistem urinari ayam jantan (unggas darat) dan itik jantan (unggas air) diperoleh gambar seperti berikut:

Sistem Urinari Itik Sistem Urinari Ayam
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2010.
Ilustrasi 12. Gambar Organ Urinari Unggas
Keterangan:
1. Ginjal
2. Ureter
3. Cloaca
Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa organ urinari pada itik dan ayam meliputi ginjal, ureter, dan cloaca. Ginjal terdapat pada tulang punggung dan tulang-tulang rusuk serta melekat pada perioneum (selaput rongga perut) yang berbentuk panjang dan berkelok-kelok berwarna kekuning-kuningan. Fungsi ginjal adalah untuk memproduksi urine melalui proses filtrasi darah dan reabsorpsi. Ginjal pada ayam terdiri atas tiga lobus dan berwarna merah gelap. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Srigandono (1997) yang menyatakan bahwa sistem urinaria unggas terdiri atas sepasang ginjal yang berbentuk panjang yang menempel rapat pada tulang pungung dan tulang rusuk serta melekat pada selaput rongga perut. Kencing ayam berupa massa yang kental berwarna putih, melalui sepasang ureter yang halus, air kencing dialirkan ke kloaka sebagai tempat muara bersama, rektum dan pembuluh sperma atau pembuluh telur. Hal ini sesuai dengan pendapat Srigandono (1997) bahwa urine yang keluar dari tubuh melalui kloaka bersama dengan feses terlihat sebagai massa yang berwarna putih diatas feses tersebut. Ayam memiliki ginjal yang lebih kecil dibandingkan dengan ginjal itik, dikarenakan konsumsi pakan mereka berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) bahwa terdapat perbedaan antara ginjal itik dengan ginjal ayam.

4.2.5. Identifikasi penyakit ternak unggas
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa ayam dan itik yang digunakan dalam praktikum tidak terdapat penyakit, menunjukkan ciri-ciri ternak yang sehat, aktif, mata bersinar sehingga ayam dan itik tersebut dapat dikatakan sehat. Penyakit pada ayam dan itik dapat terjadi melalui tangan, pakaian, alat-alat yang dipergunakan dalam pelayanan, dapat juga dari ternak ke ternak dan dari kelompok ke kelompok serta penularan lewat makanan. Hal tersebut sesuai denagn pendapat Rasyaf (1998) yang menyatakan bahwa penetasan telur pada beberapa mesin penetas juga dapat menjadi perantara penularan penyakit. Selain ditularkan melalui hal-hal tersebut, beberapa serangga dan binatang lain seperti tikus, burung, siput dan lain-lain dapat juga membawa penyakit dan sebagai perantara penularan. Penyakit ternak ayam dapat ditularkan lewat hubungan antara ayam yang sakit dengan ayam yang sehat dan hubungan ayam yang sehat dengan tempat, perlengkapan dan lingkungan yang terinfeksi penyakit. Menurut Suprijatna et al. (2008), ternak ayam yang telah sembuh juga dapat bertindak sebagai penghantar penyakit (carrier) oleh karenanya perhatian terhadap ayam yang perlu ditingkatkan dan sebagaimana dikemukakan di atas pencegahan sangat dianjurkan sebelum penyakit masuk atau menyerang pada ternak ayam.

4.3. Formulasi Ransum Ternak Unggas
Berdasarkan praktikum Produksi Ternak Unggas tentang Formulasi Ransum Ternak Unggas diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4. Organoleptik Bahan Pakan
Bahan Pakan Bau Tekstur Warna
Jagung kuning Bau jagung Kasar Kuning
Bekatul Khas bekatul Halus Coklat Muda
Tepung ikan Amis Kasar Coklat Keemasan
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2010.
Berdasarkan hasil praktikum, bahan pakan yang digunakan untuk membuat ransum ayam broiler periode starter mempunyai organoleptik yang berbeda-beda. Jagung kuning giling mempunyai tekstur yang kasar, bau khas jagung, berbentuk serpihan-serpihan karena sudah melalui tahap penggilingan, serta berwarna kuning dan mengkilap yang sangat disukai oleh ayam broiler dan berpengaruh pada daging yang diproduksi. Hal ini sesuai pendapat Rasyaf (2000) yang menyatakan bahwa jagung kuning giling diberikan kepada unggas antara lain ayam ras petelur, ayam broiler, ayam ras pembibit, itik, bebek, angsa, kalkun, ayam hias, dan ayam buras lainnya. Jagung kuning giling mempunyai tekstur kasar, berbentuk serpihan, warna kuning, berbau khas, mempunyai pigmen crytoxanthin yang merupakan prekusor vitamin A, pigmen ini akan menyebabkan warna yag menarik pada karkas ayam broiler, Suprijatna et al. (2008) menambahkan bahwa jagung kuning lebih baik dari pada jagung putih karena mengandung pro-vitamin A untuk meningkatkan kualitas daging dan telur.
Bekatul yang merupakan hasil sampingan dari proses penggilingan padi ini mempunyai ciri, warna cokelat, tekstur halus, berbentuk tepung dan berbau khas bekatul. Bekatul diberikan dalam campuran ransum dengan porsi lebih sedikit dibanding dengan jagung kuning sebesar 19,4 %. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) bahwa bekatul mempunyai ciri berwarna coklat muda, serbuk halus sampai kasar dan bau, rasa khas bekatul, ditambahkan pendapat Anggorodi (1995) bahwa bekatul memiliki kandungan serat kasar yang lebih tinggi daripada jagung atau sumber energi yang lain, sehingga hanya sebagai pakan tambahan. Oleh karena itu, bekatul diberikan dalam jumlah yang terbatas maksimal 30%, tergantung pada jenis ternaknya. Suprijatna et al. (2008) menambahkan pula bahwa bekatul hanya sebagai bahan tambahan setelah jagung.
Komposisi terbesar dalam ransum ini adalah jagung kuning karena jagung kuning mempunyai energi metabolisme yang tinggi, baru diikuti bekatul. Akan tetapi, jagung kuning dan bekatul mempunyai kandungan protein yang rendah, sehingga dalam pembuatan ransum perlu ditambahkan pakan dengan kandungan protein yang lebih tinggi, dalam praktikum ini pakan yang digunakan sebagai campuran adalah tepung ikan dengan asam amino yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1995) bahwa jagung kuning merupakan bahan utama pakan ayam. Penggunaannya mencapai 15-70% dari total pakan. Kelemahan jagung yaitu kandungan asam amino esensialnya rendah, terutama lisin dan triptofan. Itulah sebabnya mengapa penggunaan jagung yang tinggi harus diimbangi dengan penggunaan bahan lain sebagai sumber protein yang kandungan asam aminonya tinggi seperti tepung ikan. Tepung ikan mempunyai ciri, berbentuk tepung, bau khas ikan atau amis dengan warna coklat tua atau keemasan. Tepung ikan mempunyai kandungan protein tertinggi dibandingkan dengan jagung kuning dan bekatul dan merupakan bahan pakan termahal dari campuran ransum. Hal ini sesuai dengan pendapat Amrullah (2004) bahwa tepung ikan berbentuk tepung halus dengan warna coklat tua dan berbau amis. Tepung ikan tidak hanya menjadi sumber protein dan asam amino yang baik, tetapi juga sumber mineral yang baik dan vitamin yang sempurna. Karena kandungan nutrisinya yang sangat baik inilah harga pasarnya pun tinggi dan ditambahkan oleh Tillman et al. (1991) bahwa tepung ikan sebagai bahan baku pakan ternak unggas menduduki urutan pertama dalam penyediaan sumber protein hewani karena kandungan protein kasarnya sangat tinggi mencapai 53,5%.

Tabel 5. Hasil Perhitungan Harga Ransum Ayam Pedaging Periode Starter
Bahan Pakan Protein kasar ( % ) Energi metabolis ( kkal/kg) Komposisi (%) Harga (/kg)
Jagung kuning 5,491 2196,4 64,6 2261
Bekatul 2,425 455,9 19,4 685
Tepung Ikan 9,6 448 16 1120
Jumlah 17,516 3100,3 100 3866
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2010.
Berdasarkan data di atas, ransum yang disusun untuk memenuhi kebutuhan pakan ayam broiler periode stater diperoleh kandungan protein sebanyak 17,516%. Hasil ini berbeda dengan pendapat Akoso (1998) yang menyatakan bahwa rekomendasi kandungan protein kaitannya dengan energi dalam pakan untuk broiler periode starter adalah sebesar 19,5%-22,7%. Energi metabolisme yang diperoleh dari perhitungan sebesar 3100,3 kkal/kg, hal ini sesuai dengan pendapat Amrullah (2004) bahwa energi metabolisme yang harus dicukupi dalam ransum broiler periode starter adalah sebesar 2800-3300 kkal/kg. Kandungan protein dan energi metabolisme dalam penyusunan ransum untuk ayam broiler periode stater ini tidak seimbang, sehingga belum mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kandungan protein yang lebih rendah maka energi yang dihasilkan akan lebih tinggi, dan berdampak pada konsumsi ramsum yang menurun sehingga pertambahan bobot badan akan terhambat. Ketidakseimbangan ini terjadi karena metode yang digunakan dalam penyusunan ransum adalah metode trial and error atau metode coba-coba. Kelemahan dari metode ini adalah hasil yang diperoleh tidak selalu sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan sedangkan kelebihannya adalah menggunakan perhitungan yang sederhana. Hal ini sesuai dengan Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa metode trial and error sangatlah sederhana karena hanya berdasarkan pada kebutuhan protein, sedangkan kebutuhan zat-zat makanan lainnya ditambahkan bila perlu saja. Ditambahkan oleh Rasyaf (1998) bahwa kandungan Protein Kasar (PK) dalam ransum dan Energi Metabolismenya (EM) harus seimbang karena jika PK lebih tinggi dari EM maka energi yang tersedia habis hanya untuk mencerna PK-nya, sedangkan untuk mencerna zat-zat lain juga diperlukan energi. Jika PK lebih rendah dari EM maka akan terjadi kelebihan energi yang mengakibatkan panas tubuh meningkat, nafsu makan menurun dan menurunkan konsumsi pakan sehingga pertumbuhannya terhambat.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa unggas dibagi menjadi dua jenis yaitu unggas darat dan unggas air. Pada unggas darat selaput (foot web) tidak berkembang sedangkan pada unggas air selaput (foot web) berkembang dengan baik. Pada umumnya unggas jantan memiliki feather sex untuk menarik pasangannya sedangkan unggas betina tidak. Sistem pencernaan pada ayam dan itik terdapat perbedaan. Hal ini disebabkan karena makanan yang dikonsumsi itik lebih banyak mengandung air sedangkan makanan yang dikonsumsi ayam lebih lunak dan lebih mudah dicerna, misalnya berupa biji-bijian. Sistem resirasi pada ayam dan itik berbeda yaitu pada itik memiliki syrinx. Salah satu tujuan dalam penyusunan ransum adalah supaya didapatkan pakan dengan harga yang relatif murah namun dengan kualitas yang tinggi.

5.2. Saran
Sebaiknya fasilitas Laboratorium Produksi Ternak Unggas ditambah dan diperbaiki karena banyak fasilitas yang kurang dan rusak sehingga mengganggu kegiatan praktikum.


DAFTAR PUSTAKA
Akoso, B.T. 1998. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Amrullah, I.K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Lembang satu Gunung Budi, Bogor.

Anggorodi, H. R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.

Blakely, J. dan D. H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta (Diterjemahkan oleh R. Djanuar).

Rasyaf, M. 1998. Beternak Itik Komersial. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Rasyaf, M. 2000. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Yogyakarta.
Siregar, P dan Sabrani. 1971. Teknik Beternak Ayam. CV. Yasaguna. Jakarta.

Srigandono, B. 1997. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan R. Kartasudjana. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tillman, A. D., Hartadi H., Reksohadiprojo S., Prawirokusumo S., dan Lebdosoekojo S. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Warsito, Eni Siti Roheni. 1994. Beternak Itik Alabio. Penerbit Kanisius.Yogyakarta.

LAMPIRAN
Tabel 3. Hasil Pengamatan dan Keterangan Karakteristik Eksterior Unggas Air
Kelompok Organ Parameter Satuan Hasil Pengamatan / Keterangan
Itik Betina Itik Jantan
Badan Bobot badan Gr 1024 976
Panjang bidang diagonal Mm 26 23
Karakteristik bulu -
- Halus
Coklat Kasar
Coklat
Kepala Panjang paruh Mm 6 6,5
Panjang kepala Mm 6 7
Lingkar kepala Mm 12 13
Karakteristik bulu -
- Halus
Coklat Agak halus
Coklat
Leher Panjang leher Mm 15 70
Diameter leher Mm 7 75
Karakteristik bulu -
- Halus
Coklat Halus
Coklat
Sayap Panjang sayap 1 Mm 14 110
Panjang sayap 2 Mm 11 80
Panjang sayap 3 Mm 25 110
Lingkar sayap Mm 5 60
Karakteristik bulu -
- Halus
Coklat Halus
Coklat
Punggung Panjang punggung Mm 18 19,4
Karakteristik bulu -
- Halus
Coklat Halus
Coklat
Dada Panjang dada Mm 11 150
Lingkar dada Mm 25 250
Kaki Panjang femur Mm 6 8
Panjang tibia Mm 19 10,5
Lingkar tibia Mm 12 4,3
Panjang metatarsus Mm 6 7
Panjang cakar 1 Mm 6 7,5
Panjang cakar 2 Mm 7 8
Panjang cakar 3 Mm 7 6,1
Panjang cakar 4 Mm 7 2,5
Abdomen Lingkar abdomen Mm 19 22
Panjang abdomen Mm 8 10,5
Pubic Mm 10 4,5
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2010.

Tabel 4. Karakteristik Pengamatan Sistem Organ Interior Unggas Air (Itik)
Parameter Panjang (cm) Berat
Itik Jantan Itik Betina Itik Jantan Itik Betina
Bobot tubuh 976 1044
Bobot mati 1706 979
Bobot darah 8 8
Kepala 6 6 - -
Leher 15 15 - -
Sayap - - - -
Cakar - - - -
Saluran, organ dan kelenjar asesoris sistem pencernaan unggas :
1. Paruh
2. Oesophagus
3. Crop
4. Proventriculus
5. Ventriculus
6. Duodenum
7. Pancreas
8. Hati
9. Empedu
10. Jejunum
11. Ileum
12. Ceca
13. Colon dan rektum
14. Cloaca

6,5
20,5
-
5
6,5
49
24,5
9
-
36,5
59
13,2
9,5
2


5
19
-
5
7
22
7
9
2
61
56
12
12
1


21
10
2
5
48
19
2
35
-
13
12
3
6
2


19
6
2
5
38
7
-
-
-
16
6
2
6
2

Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2010.





Tabel 5. Karakteristik Pengamatan Sistem Organ Interior Unggas Darat (Ayam)
Parameter Panjang (cm) Berat
Ayam Jantan 1 Ayam jantan 1 Ayam jantan 1 Ayam jantan 1
Bobot tubuh - - 1600 1516
Bobot mati - - 1541 1488
Bobot darah - - 55 29
Kepala 6,5 7 33 36
Leher 10 7 59 49
Sayap 16 18 59 66
Cakar 6 5,5 31 31
Saluran, organ dan kelenjar asesoris sistem pencernaan unggas :
1. Paruh
2. Oesophagus
3. Crop
4. Proventriculus
5. Ventriculus
6. Duodenum
7. Pancreas
8. Hati
9. Empedu
10. Jejunum
11. Ileum
12. Ceca
13. Colon dan rektum
14. Cloaca

2
4
6
8
6
22,5
11,5
11,2
2,7
64
55
17
8
2,5


-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-


2
2
18
11
32
9
2
38
2
25
16
8
2
9


-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
6
2
6
2

Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2010.







Perhitungan Protein Kasar (PK), Energi Metabolisme (EM), dan Harga Pakan
1. Jagung Kuning
PK = 8,5 x 64,6 %
= 5,491
EM = 3400 x 64,6 %
= 2196,4
Harga = Rp. 3.500 x 64,6 %
= Rp. 2.261,00

2. Bekatul
PK = 12,5 x 19,4 %
= 2,425
EM = 2.350 x 19,4 %
= 455,9
Harga = Rp. 2.500 x 19,4 %
= Rp. 685,00

3. Tepung Ikan
PK = 60 x 16 %
= 9,6
EM = 2.800 x 16 %
= 448
Harga = Rp. 7.000 x 16 %
= Rp. 1.120,00


PK Total = 5,491+ 2,425 + 9,6 = 17,516 %
EM total = 2196,4 + 455,9 + 488 = 3100,3 kkal/kg
Harga Total = 2261 + 685 + 1120 = Rp 3866,00







RINGKASAN


Kelompok V. 2010. Laporan Praktikum Produksi Ternak Unggas (Asisten Pembimbing : Agnetha Lintang Rinastiti)

Praktikum Produksi Ternak Unggas tentang Pengenalan Jenis dan Klasifikasi Ternak Unggas, Anatomi dan Identifikasi Ternak Unggas dan Formulasi Ransum Ternak Unggas yang dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 19 Oktober 2010 pada pukul 15.00-18.00 WIB dan hari Selasa tanggal 26 Oktober 2010 pada pukul 15.00-18.00 WIB di Laboratorium Ilmu Ternak Unggas Fakultas Peternakan Diponegoro, Semarang.

Praktikum dengan materi Anatomi dan Identifikasi Penyakit Unggas menggunakan sepasang ayam broiler dewasa. Peralatan yang digunakan adalah alat tulis, pisau atau gunting, pinset, nampan, pita ukur dan timbangan. Materi yang digunakan dalam praktikum Penyusunan Ransum adalah jagung giling, dedak halus, dan tepung ikan sedangkan alat yang digunakan yaitu timbangan, plastik, dan nampan. Praktikum Anatomi Unggas menggunakan metode dengan menyembelih sepasang ayam dan sepasang itik dewasa pada bagian pangkal leher sedalam kira-kira 2 cm sehingga vena jugularis dan arteri carotis terputus, meletakkan unggas yang sudah mati pada nampan yang tersedia, lalu melakukan pembedahan dada unggas yang dimulai dengan mengiris bagian perut ke samping kiri dan kanan sampai pada bagian dada depan, mengusahakan agar organ dalam tidak rusak. Pengirisan dapat menggunakan gunting atau pisau. Bagian yang telah diiris dibuka sehingga terlihat organ dalamnya. Mengeluarkan dan memisahkan organ pencernaan, reproduksi, urinari, dan pernapasan. Mengidentifikasi penyakit yang menyerang dengan mengamati kelainan pada organ setelah dikeluarkan. Parameter yang diamati yaitu karakteristik unggas meliputi warna bulu pada leher, dada, punggung, sayap dan ekor, warna kaki, ada tidaknya taji dan selaput renang, bentuk pial paruh, dan feather sex yang ada pada itik jantan. Metode untuk penyusunan ransum terdiri dari penentuan standar kebutuhan ransum, penentuan bahan pakan, formulasi bahan pakan.

Berdasarkan hasil praktikum Pengenalan Jenis, ciri-ciri khusus itik jantan dan betina yaitu bulu ekor betina naik ke atas sedangkan pada itik jantan melengkung ke bawah. Ayam jantan memiliki jengger dan pial yang berwarna merah, bulu ekor melengkung dan memiliki taji pada kakinya sedangkan ciri-ciri ayam betina adalah bulu ekor tidak melengkung dan tidak memiliki taji. Perbedaan unggas darat dan air terletak pada kaki, dimana kaki unggas air memiliki selaput renang. Tembolok unggas air kurang berkembang dibandingkan unggas darat. Praktikum penyusunan ransum dengan metode “trial and error” menghasilkan EM sebesar 3100,3 kkal/kg dan protein kasar sebesar 17,516% dan ransum ini cocok untuk ayam broiler tipe starter.

Kata kunci: Anatomi dan Fisiologi Ayam, Identifikasi Penyakit, Ransum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar