Total Tayangan Halaman

tissa zone

.

ღ٩(●̮̮̃•̃)۶ღ

Jumat, 24 Desember 2010

LAPORAN BIOKIMIA

BAB I
PENDAHULUAN
Praktikum Biokimia membahas proses pencernaan makanan, khususnya proses pencernaan pada protein dan proses glikolisis. Protein adalah senyawa organik yang molekulnya sangat besar dan susunannya sangat kompleks serta merupakan polimer dari alfa asam-asam amino. Glikolisis merupakan bagian dari metabolisme karbohidrat. Hasil akhir pencernaan karbohidrat adalah glukosa. Bahan makanan yang diperlukan dan terdapat di alam dalam jumlah relatif besar yang diperlukan sebagai sumber kalori kehidupan yang utama maupun pembentuk sel dan jaringan dikelompokkan dalam golongan makronutrien, sedangkan bahan makanan yang diperlukan dalam jumlah yang relatif kecil dikelompokkan dalam golongan mikronutrien.
Tujuan praktikum pencernaan protein adalah untuk mengetahui proses pencernaan protein terjadi. Tujuan praktikum glikolisis adalah untuk mempelajari tanda-tanda berlangsungnya glikolisis secara anaerob oleh sel ragi. Manfaat praktikum pencernaan protein agar kita mengetahui dimana protein dicerna oleh tubuh dan faktor apa saja yang mempengaruhi pencernaan protein. Manfaat praktikum glikolisis agar kita mengetahui tanda-tanda berlangsungnya glikolisis secara anaerob oleh sel ragi.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Protein
2.1.1 Pengertian Protein
Kata protein yang diperkenalkan oleh seorang ahli kimia Belanda, Geradus Mulder (1802-1880) berasal dari kata Yunani proteos, yang berarti yang utama atau yang didahulukan. Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air (Sediaoetama, 1987). Protein adalah senyawa organik yang molekulnya sangat besar dan susunannya sangat kompleks serta merupakan polimer dari asam-asam amino. Karena protein tersusun atas asam-asam amino, maka susunan kimianya mengandung unsur-unsur yang menyusun asam amino seperti C,H,O dan N. Asam amino merupakan turunan asam karboksilat dengan gugus amina. Oleh karena itu, dalam setiap molekul terdapat sekurang-kurangnya dua gugus fungsi karboksilat dan gugus amina. Asam amino bersifat amfoter yaitu dapat bersifat asam dan basa (Winarno, 1988).
2.1.2 Jenis Protein
Terdapat 20 jenis asam amino yang diketahui sampai sekarang yang terdiri atas sembilan asam amino esensial dan sebelas asam amino nonesensial. Pada umumnya yang diisolasi dari protein hidroksilat merupakan alfa asam amino, yaitu gugus karboksil dan amino terikat pada atom karbon yang sama. Perbedaan antara asam amino satu sama lain terletak pada rantai cabang atau gugus R-nya. R berkisar dari satu atom hydrogen (H) sebagaimana terdapat pada asam amino paling sederhana glisin ke rantai karbon lebih panjang, yaitu hingga tujuh atom karbon (Sediaoetama, 1987). Berdasarkan bentuk molekulnya protein dibedakan atas dua golongan antara lain protein globular atau protein serat yang mempunyai ciri – ciri bentuknya bulat atau hampir bulat menyerupai bentuk kristal dan B.M umumnya mudah ditentukan serta mempunyai sifat larut dalam larutan garam, asam, basa atau alkohol contohnya albumin, globulin, proteoenzim, proteohormon sedangkan protein fibrosa mempunyai ciri-ciri bentuknya memanjang atau bentuk amorphous dan bentuk molekulnya sukar ditentukan dengan pasti dan tidak larut dalam larutan garam, asam, basa dan alkohol contohnya keratin dan rambut, fibroin dan sutra, kolagen dan tulang (Sastroamidjojo, 2005).
Berdasarkan komponen penyusunnya protein dibedakan atas dua golongan antara lain protein sederhana merupakan protein yang molekulnya sederhana dan hanya tersusun atas asam-asam amino dan berdasarkan kelarutasnnya protein sederhana dibedakan menjadi albumin, globulin, prolamin, glutelin, histon dan protamin sedangkan protein majemuk merupakan protein yang tersusun atas protein sederhana dan zat-zat lain yang bukan protein zat- zat lain yang bukan protein diusebut radikal prostestis dan bredasarkan radikal prostestisnya,protein majemuk dibedakan menjadi phosphoprotein, nukleoprotein, cromoprotein, lipoprotein, dan mukoprotein (Sastroamidjojo, 2005). Berdasarkan tingkat degradasinya protein dibedakan menjadi dua golongan antara lain protein alam yaitu protein asli yang terdapat di alam, baik berasal dari hewan maupun berasal dari tumbuh-tumbuhan,protein ini asli dan belum mengalami perubahan sedangkan protein derivat adalah protein asli yang telah mengaami perubahan, tetapi perubahannya belum menjadi asam amino (Allen, 1984).
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Aktifitas Protein
Pepsinogen akan berubah menjadi pepsin karena adanya HCl, pepsin bekerja pada suasana asam apabila dalam suasana basa dan pemanasan akan rusak Protein dapat larut dalam air, menggumpal jika dipanaskan, dapat bereaksi dengan senyawa-senyawa tertentu, dapat terdenaturasi (misal: panas, sinar ultraviolet, dan bahan kimia tertentu). Enzim proteolitik pankreas juga dapat mengkatalisis hidrolis protein menjadi asam amino (David, 1997). Secara prinsip suhu yang tinggi dapat menyebabkan protein terdenaturasi, serta dapat merusak enzim dan membran sel yang bersifat labil terhadap suhu yang tinggi. Pada suhu yang rendah, protein dan lemak membran dapat mengalami kerusakan sebagai akibat terbentuknya kristal di dalam sel (Muljana, 1985).

2.1.4 Proses Pemecahan Protein
Hidrolisis protein akan menghasilkan asam-asam amino. Asam amino terdiri dari dua gugus yaitu gugus amino (-NH2) dan gugus karboksil (-COOH). Gugus karboksil dapat melepaskan ion H+, sedangkan gugus amino yang bersifat basa menerima ion H+ (Poedjiadi, 1994). Protein dalam tubuh dapat dicerna oleh pepsin dan ekstrak pankreas. Pencernaan protein oleh pepsin bekerja dalam suasana asam, apabila berada dalam suasana basa dan pemanasan akan rusak. Pepsin tersebut dihasilkan dalam bentuk zimogen (tidak aktif) yaitu pepsinogen. Pepsinogen akan berubah menjadi pepsin karena adanya HCl. Pencernaan protein oleh ekstrak pankreas paling baik bekerja dalam suasana basa. Namun, bila dipanaskan enzim tersebut mengalami kerusakan (Winarno, 1998).

2.2. Deskripsi Glikolisis
2.2.1 Pengertian Glikolisis
Glikolisis adalah proses pemecahan glukosa atau monosakarida yang lain menjadi asam piruvat dan asam laktat tanpa menggunakan oksigen. Dalam proses ini dua molekul ATP digunakan dalam fosforilasi (Poedjiadi, 1994). Glikolisis merupakan jalur, dimana pemecahan D-glukosa yang dioksidasi menjadi piruvat yang kemudian dapat direduksi menjadi laktat. Jalur ini terkait dengan metabolisme glikogen lewat D-glukosa 6-fosfat (Muljana, 1985).
2.2.2Jenis Glikolisis
Glikolisis dapat berlangsung dalam keadaan aerob, bila sediaan oksigen cukup untuk mempertahankan kadar NAD+ yang diperlukan, atau dalam keadaan anaerob (hipoksik), bila kadar NAD+ tidak dapat dipertahankan lewat sistem sitokrom mitokondrial dan bergantung pada usaha temporer perubahan piruvat menjadi laktat. Glikolisis anaerob, yang menaruh kepercayaan temporer pada piruvat merupakan usaha tubuh dalam menantikan pulihnya kecukupan oksigen. Dengan demikian glikolisis merupakan keadaan ini disebut hutang oksigen (Aulia, 2010). Untuk fermentasi anaerobik sederhana, metabolisme dari satu molekul glukosa menjadi dua molekul piruvat memiliki hasil bersih dua molekul ATP. Proses ini menghasilkan produk akhir dari etanol atau asam laktat. Banyak bakteri menggunakan senyawa anorganik sebagai akseptor hidrogen untuk meregenerasi NAD +. Sel melakukan respirasi aerobik lebih mensintesis ATP, tetapi bukan sebagai bagian dari glikolisis. Ini reaksi aerobik lebih lanjut menggunakan piruvat dan NADH + H + dari glikolisis. Eukariotik respirasi aerobik tambahan menghasilkan kira-kira 34 molekul ATP untuk setiap molekul glukosa, namun sebagian besar diproduksi oleh mekanisme yang sangat berbeda pada tingkat substrat fosforilasi dalam glikolisis (Grandmall, 2010).
2.2.3. Proses Glikolisis
Proses glikolisis terjadi dalam sitosol, merupakan proses pemecahan glukosa sehingga dihasilkan 2 molekul asam piruvat. Reaksi ini dapat berlangsung secara aerob maupun anaerob. Alur pemecahan glukosa ini disebut alur EMP (Embden – Meyerhoff - Pamas) atau alur fruktosa di-fosfat (David, 1997). Berdasarkan mobilisasi ATP, proses glikolisis terbagi menjadi dua tahap, tahap pertama merupakan serangkaian reaksi yang membutuhkan ATP, dan tahap kedua merupakan serangkaian reaksi yang menghasilkan ATP. ATP dibutuhkan untuk mengawali proses glikolisis, yaitu proses fosforilasi glukosa, sehingga dihasilkan glukosa 1-fosfat. Selain itu ATP juga dibutuhkan untuk pembentukan fruktosa 1.6 –difosfat dari senyawa fruktosa 6-fosfat. Reaksi yang menghasilkan ATP adalah:
1. Reaksi perubahan gliseraldehid 3-fosfat menjadi 1.3-difosfo asam gliserat. NAD dalam reaksi ini mengalami reduksimenjadi NADH.
2. Reaksi perubahan 1.3 difosfo asam gliserat menjadi 3-fosfo asam gliserat. Gugus P berenergi tinggi dilepaskan, dipindahkan ke ADP sehinga terbentuk ATP.
3. Reaksi pelepasan guus fosfat berenergi tinggi dari PEP (fosfoenolpiruvat) sehingga terbentuk asam piruvat (Tillman, 1991).
2.2.4. Hasil Glikolisis
Di dalam tubuh, glukosa akan dioksidasi untuk menjadi senyawa lain sesuai dengan keperluan masing-masing sel, seperti asam laktat dan piruvat. Peristiwa oksidasi inilah yang umum dikenal dengan istilah glikolisis. Glikolisis terjadi di sitosol dan merupakan langkah awal dari proses produksi energi utama di dalam tubuh manusia dimana piruvat menjadi salah satu senyawa prekursor terpenting (Soediaoetama, 1987). Setiap pemecahan 1 molekul glukosa pada reaksi glikolisis akan menghasilkan produk kotor berupa 2 molekul asam piruvat, 2 molekul NADH, 4 molekul ATP, dan 2 molekul air. Akan tetapi, pada awal reaksi ini telah digunakan 2 molekul ATP, sehingga hasil bersih reaksi ini adalah 2 molekul asam piruvat (C3H4O3), 2 molekul NADH, 2 molekul ATP, dan 2 molekul air. Perlu dicatat, pencantuman air sebagai hasil glikolisis bersifat opsional, karena ada sumber lain yang tidak mencantumkan air sebagai hasil glikolisis (Winarno, 1988).

BAB III
METODOLOGI
Praktikum Biokimia Dasar yang dilakukan membahas tentang pencernaan protein dan glikolisis dilaksanakan pada hari Senin tanggal 24 Mei 2010, pukul 13.00-15.30 WIB di Laboratorium Biokimia Nutrisi Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang.


3.1. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum adalah erlenmeyer untuk menampung larutan, pipet hisap untuk mengambil larutan, tabung reaksi sebagai tempat untuk mereaksikan larutan, rak tabung sebagai tempat tabung reaksi, water bath untuk menghangatkan larutan pada suhu 37oC, tabung glikolisis sebagai tempat mencampur larutan, pisau atau cutter untuk memotong telur, plastik dan karet untuk menutup tabung glikolisis, pengaduk kaca untuk mengaduk larutan agar tercampur, serta alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah HCl 0,45%, HCl 0,1 N, NaOH 0,1 N, putih telur rebus, pepsin, pepsin yang telah dipanaskan, larutan ragi, aquades, larutan glukosa dan pankreazim serta pankreazim yang telah dipanaskan.

3.2. Metode
3.2.1. Protein
Menyiapkan enam tabung reaksi. Mengiris tipis putih telur rebus sebanyak enam buah. Mengisi tabung pertama dengan 2 ml pepsin, 1 ml HCl 0,45% dan putih telur rebus. Mengisi tabung kedua dengan 2 ml pepsin, 1 ml air dan putih telur rebus. Mengisi tabung ketiga dengan pepsin yang telah dipanaskan sebanyak 2 ml, HCl 0,45% sebanyak 1 ml, dan putih telur rebus. Mengisi tabung keempat dengan 2 ml pankreazim, 1 ml HCl 0,1 N dan putih telur rebus. Mengisi tabung kelima dengan 2 ml pankreazim, 1 ml NaOH, dan putih telur rebus. Mengisi tabung keenam dengan 2 ml pankreazim yang telah dipanaskan kemudian didinginkan, dan NaOH sebanyak 1 ml. Memasukkan masing-masing tabung ke dalam inkubator 37oC selama 30 menit. Mengamati perubahan yang terjadi, reaksi positif apabila putih telur rebus hancur.

3.2.2. Glikolisis

Menyiapkan 3 tabung glikolisis. Mengisi tabung pertama dengan 15 ml larutan ragi yang telah dipanaskan dan 15 ml larutan glukosa. Mengisi tabung kedua dengan 15 ml larutan ragi dan 15 ml aquades. Mengisi tabung ketiga dengan 15 ml larutan ragi dan 15 ml larutan glukosa. Menutup ketiga tabung tersebut dengan plastik dan karet. Mendiamkan ketiga tabung tersebut selama 30 menit. Memperhatikan timbulnya gelembung udara yang dihasilkan dari reaksi glikolisis.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Percobaan Pencernaan Protein oleh Pepsin
Tabel 1.Hasil Pengamatan Percobaan Pencernaan Protein oleh Pepsin
Tabung Materi Percobaan Hasil
1 2 ml pepsin+1 ml HCl 0,45%+putih telur rebus +
2 2 ml pepsin+1 ml aquades+putih telur rebus -
3 2 ml pepsin dipanaskan+1ml HCl 0,45%+putih telur rebus -
Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia Dasar 2010

Percobaan pencernaan protein oleh pepsin di dalam tabung 1 yaitu larutan pepsin ditambah dengan HCl dan putih telur rebus menghasilkan nilai positif ditunjukkan dengan hancurnya putih telur. Hal ini sesuai dengan pendapat Sastroamidjojo (2005) bahwa pencernaan protein oleh pepsin bekerja dalam suasana asam, apabila berada dalam suasana basa dan pemanasan akan rusak, pepsin tersebut dihasilkan dalam bentuk zimogen (tidak aktif) yaitu pepsinogen, pepsinogen akan berubah menjadi pepsin karena adanya HCl. Percobaan yang dilakukan pada tabung 2 yaitu larutan pepsin ditambah dengan air dan putih telur rebus menghasilkan nilai yang negatif. Air tidak dapat mencerna protein karena bersifat netral, sedangkan enzim yang mencerna protein hanya aktif pada kondisi asam, Tabung 3 larutan pepsin panas ditambah dengan HCl dan putih telur rebus menghasilkan nilai yang negatif, larutan tetap bening dan PTR masih terlihat jelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman (1991) yang menyatakan bahwa enzim tidak dapat bekerja atau mengalami denaturasi diantaranya oleh alkohol, asam basa dan pemanasan.

4.2. Hasil Pengamatan Percobaan Pencernaan Protein oleh Ekstrak Pankreas
Tabel 2. Percobaan Pencernaan Protein oleh Ekstrak Pankreas
Tabung Materi Percobaan Hasil
4 2 ml pankreazim+1 ml HCl 0,1 N+putih telur rebus -
5 2 ml pankreazim+1 ml NaOH 0,1 N+putih telur rebus +
6 2ml pankreazim dipanaskan+1 ml NaOH 0,1 N+putih telur rebus +

Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia Dasar 2010

Percobaan pada tabung 4 yang berisi pankreatin, HCl dan putih telur rebus mengalami reaksi negatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman (1991) yang menyatakan bahwa Asam-asam amino dalam ikatan peptide tidak tanggap terhadap reaksi asam-basa dan asam-basa dapat menyebabkan terjadinya denaturasi yang akan menonaktifkan kerja protein (enzim) dan HCl merupakan asam kuat. Tabung 5 yang berisi pankreazim, HCl dan putih telur rebus menunjukkan reaksi positif yang menandakan terjadinya pencernaan protein karena suasana dalam tabung 5 adalah basa. Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjiadi (1994) bahwa hidrolisis protein oleh enzim proteolitik dalam pankreas paling baik ada suasana basa. Pada reksi yang positif ditunjukkan dengan warna larutan yang berubah menjadi bening dan pada reaksi yang negatif larutannya tetap keruh. Hal ini sesuai dengan pendapat Sastroamidjojo (2005) bahwa hidrolisis protein oleh enzim proteolitik dalam pankreas paling baik pada suasana basa. Tabung 6 yang berisi pankreazim panas, NaOH dan putih telur rebus menunjukkan reaksi positif dengan larutannya yang berwarna bening. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Allen (1984) bahwa pencernaan protein oleh ekstrak pankreas paling baik bekerja dalam suasana basa, bila dipanaskan enzim tersebut mengalami kerusakan.

4.3. Percobaan Glikolisis
Tabel 3. Hasil Pengamatan Percobaan Glikolisis
Tabung Materi Percobaan Hasil
1 15 ml larutan ragi dipanaskan+15 ml larutan glukosa -
2 15 ml larutan ragi+15 ml aquades -
3 15 ml larutan ragi +15 ml larutan glukosa +
Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia Dasar
Percobaan pada tabung pertama yang berisi larutan ragi panas dan larutan glukosa menunjukkan hasil yang negatif karena pada tabung tidak terlihat adanya gelembung-gelembung yang menandakan terjadinya reaksi positif. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya pemanasan pada larutan ragi yang digunakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (1988) yang menyatakan bahwa pemanasan pada ragi menyebabkan sel-sel yang berada dalam ragi mati sehingga ragi akan bersifat nonaktif. Tabung kedua menunjukkan hasil yang negatif juga karena tidak terlihat adanya gelembung-gelembung udara. Tabung kedua berisi larutan ragi dan aquades, sedangkan aquades bukan merupakan gula sehingga tidak bereaksi dengan ragi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sastrohamidjojo (2005)) yang menyatakan bahwa ragi akan bereaksi pada bahan-bahan yang mengandung gula, sedangkan aquades tidak mengandung gula. Tabung ketiga yang berisi larutan ragi dan larutan glukosa menunjukkan reaksi yang positif dikarenakan banyaknya gelembung yang terbentuk di dalam tabung. Menurut Tillman (1991) gelembung ini adalah CO2 yang merupakan salah satu hasil fermentasi ragi, jadi reaksinya adalah positif.



BAB V
KESIMPULAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa larutan pepsin hanya dapat bekerja dalam kondisi asam yaitu dengan larutan HCl, sedangkan ekstrak pankreas (sebagai pengganti getah pankreas) hanya dapat mencerna protein dalam kondisi basa yaitu dilarutkan dengan larutan NaOH karena pencernaan protein hanya terjadi di lambung dan usus. Protein dapat dicerna jika substratnya lebih kecil daripada enzim. Protein memiliki sifat seperti enzim yaitu tidak dapat bekerja pada suhu yang tinggi karena terjadi denaturasi. Protein memiliki sifat seperti enzim yaitu tidak dapat bekerja pada suhu yang tinggi karena terjadi denaturasi. yang dapat merusak enzim yang bekerja sehingga reaksi yang terjadi adalah negatif. Glikolisis merupakan proses metabolism karbohidrat yang tidak membutuhkan oksigen (anaerob). Reaksi glikolisis hanya akan terjadi pada substrat yang mengandung gula.

5.2 Saran
Dalam percobaan sebaiknya dilakukan dengan teliti dan hati-hati supaya hasilnya seuai dengan teori yang ada dan meminimalisir kesalahan dalam praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
Allen. 1984. Ilmu Ternak Potong. Gajahmada University Press,Yogyakarta.
David S. Page. 1997. Prinsip-prinsip Biokimia. Jakarta. Erlangga.

Muljana, W. 1985. Pemeliharaan dan Kegunaan Ternak Sapi Perah. Aneka Ilmu. Semarang.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit Universitas Indonesia(UI-Press), Jakarta.

Sastrohamidjojo, H. 2005. Kimia Organik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sediaoetama, A. 1987. Ilmu Gizi untuk Profesi dan Mahasiswa. PT.Dian Rakyat , Jakarta.

Tillman, A. D. et al. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Winarno, F. 1988. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta.

2 komentar:

  1. thank's ea mbak.postingannya sangat membantu Q dalam pembuatan laporan biokimia.Mbaknya juga anak peternakan UNDIP?

    BalasHapus
  2. mau tanya dong, itu daftar pustaka yg buat grandmall apa ya? terimakasih

    BalasHapus