Total Tayangan Halaman

tissa zone

.

ღ٩(●̮̮̃•̃)۶ღ

Jumat, 24 Desember 2010

LAPORAN ILMU NUTRISI TERNAK

BAB 1
PENDAHULUAN
Kelangsungan hidup ternak bergantung pada pakan. Pakan yang dikonsumsi oleh ternak harus mengandung gizi yang tinggi. Pakan yang dikonsumsi digunakan untuk pertumbuhan, produksi hidup pokok dan reproduksinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan karakteristik, sistem dan fungsi saluran ternak. Pakan merupakan seluruh bahan makanan yang dibuat untuk kebutuhan ternak yang mengandung berbagai macam nutrisi meliputi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air.
Tujuan dari praktikum Identifikasi Bahan Pakan yaitu dapat mengenal jenis-jenis bahan pakan beserta ciri-ciri fisiknya seperti warna, bentuk bau, rasa dan zat antinutrisi yang terkandung didalamnya. Manfaat dari praktikum Klasifikasi bahan pakan adalah praktikan dapat mengetahui berbagai macam bahan pakan dan mengelompokkan bahan pakan sesuai dengan klasifikasi secara Internasional.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bahan Pakan
Bahan pakan adalah suatu bahan yang dimakan oleh ternak yang mengandung energi dan zat-zat gizi di dalam bahan pakan (Hartadi et al., 1993). Bahan pakan adalah segala sesuatu yang diberikan pada ternak yang berupa bahan organic maupun bahan anorganik yang secara keseluruhan atau sebagian dapat dicerna dan tidak mengganggu kesehatan ternak (Soelistyono, 1976).
Bahan makanan adalah bahan yang dapat dimakan, dan digunakan oleh hewan untuk pertumbuhan, produksi dan hidup pokok ternak (Tillman et al, 1991) Kebutuhan ternak akan pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur, fase pertumbuhan (dewasa, bunting dan menyusui), kondisi tubuh, dan lingkungan tempat hidupya, serta bobot badannya (Tomas et al, 1993).
Pertumbuhan produksi dan hidup pokok hewan memerlukan zat gizi. Pakan ternak mengandung zat gizi untuk keperluan kebutuhan energi maupun fungsi-fungsi (pertumbuhan, produksi dan hidup pokok) tetapi kandungan zat gizi pada masing-masing pakan ternak berbeda ( Parakkasi, 1995 ). Klasifikasi bahan pakan secara internasional telah membagi bahan pakan menjadi 8 kelas, yaitu hijauan kering, pasture atau hijauan segar, silase, sumber energi, sumber protein, sumber mineral, sumber vitamin, zat additive (Tillman et al. 1991).
2.2. Klasifikasi Bahan Pakan Secara Internasional
Bahan pakan dibagi menjadi dua menurut sumbernya, yaitu nabati dan hewani. Bahan pakan nabati adalah pakan yang berasal dari tanaman pangan seperti jagung, sorgum dan gandum. Bahan pakan hewani adalah bahan pakan yang bersumber dari hewan seperti udang, ikan dan darah (Rasyaf, 1994). Secara Internasional bahan pakan dapat dibagi menjadi 8 kelas yaitu hijauan kering, pasture, silase, sumber energi, sumber protein, sumber mineral, sumber vitamin dan zat additive (Tillman et al, 1998).

2.2.1. Hijauan Kering dan Jerami ( dry forages dan roughage )
Bahan pakan yang termasuk dalam kelas ini adalah semua hay jerami kering, dry fodder, dry stover dan semua bahan pakan kering yang berisi 18% atau lebih serat kasar (Rasyaf, 1994). Hijauan kering adalah rumput dan daun-daunan leguminosa yang sengaja dikeringkan agar dapat disimpan dalam waktu yang lama dan digunakan sebagai cadangan bahan pakan ternak pada musim kekurangan pakan. Pemberian jerami pada beberapa ternak akan menunjukkan defisiensi vitamin A karena terjadinya penurunan suplementasi vitamin A saat proses fermentasi di dalam rumen (Lubis, 1992).

2.2.2. Pastura atau Hijauan Segar
Tanaman padangan hijauan yang diberikan segar termasuk dalam kelas ini adalah semua hijauan diberikan secara segar. Hijauan segar atau pasture dapat dihasilkan dari jenis rumput maupun leguminosa (Lubis, 1992). Hijauan merupakan sumber pakan utama ruminansia baik berupa rumput maupun leguminosa. Hijauan akan terasa kasar bila diraba dan mempunyai bau khas masing-masing (Rasyaf, 1994). Pastura atau hijauan segar memiliki nilai protein yang cukup tinggi (Tillman et al, 1991)

2.2.3. Silase
Kelas ini menyebutkan silase hijauan (jagung, alfafa, rumput dsb) tetapi tidak silase ikan, biji-bijian dan akar-akaran (Hartadi et al., 1993). Bahan pakan yang termasuk dalam kelas ini adalah bahan pakan yang berasal dari hijauan yang telah mengalami proses fermentasi didalam silo secara anaerob, menagndung bahan kering sebesar 20,35% (Tillman et al, 1998). Proses pengawetan hijauan dengan cara fermentasi menggunakan satu jenis bakteri disebut erilase. Bahan pakan yang mengalami ensilase di sebut silase. Silase membuat pakan menjadi asam dan lembek (Parakkasi, 1995).

2.2.4. Sumber Energi
Bahan pakan yang termasuk dalam kelas ini adalah bahan-bahan dengan kandungan protein kasar kurang dari 20% dan serat kasar kurang dari 18% atau kandungan dinding selnya kurang dari 35% (Lubis, 1992). Zat makanan yang digunakan sebagai sumber energi utama adalah karbohidrat. Karbohidrat mensuplai sekitar 80% total energi (Parakkasi, 1995).


2.2.5. Sumber Protein
Golongan bahan pakan ini meliputi semua bahan pakan ternak yang mempunyai kandungan protein minimal 20% (Lubis, 1992). Bahan pakan sumber protein biasanya berupa tepung atau bungkil (Wahyu, 1992). Semua pakan yang mengandung protein 20% atau lebih biasanya berasal dari tanaman, hewan dan ikan (Tillman et al 1991).

2.2.6. Sumber Mineral
Bahan pakan yang termasuk dalam kelas ini adalah semua makanan yang mengandung cukup banyak mineral. Kandungan pada tepung ikan bervariasi dari 46%-75%. Kandungan asam aminonya baik, banyak mengandung vitamin dan mineral, karena itulah tepung ikan memiliki harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan bahan makananlainnya (Rasyaf, 1994). Unsur anorganik mempunyai banyak fungsi dalam proses pengatur pertumbuhan (Parakkasi, 1995).

2.2.7. Sumber Vitamin
Vitamin adalah organik yang tidak ada hubungan satu dengan yang lain. Vitamin hanya diperlukan dalam jumlah kecil untuk pertumbuhan normal dan pemeliharaan kehidupan (Tillman et al, 1998). Vitamin adalah zat katalitik esensial yang tidak dapat disintesis tubuh dalam metabolisme, maka harus diperoleh dari luar (Anggorodi, 1994). Vitamin dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil tetapi merupakan regulator metabolis (Rasyaf, 1994).

2.2.8. Zat Additif
Bahan pakan yang termasuk dalam kelas ini adalah bahan-bahan yang ditambahkan kedalam ransum dalam jumlah sedikit (Lubis, 1992). Zat additif adalah zat-zat tertentu yang biasanya ditambahkan pada ransum seperti antibiotik, zat-zat warna, hormon dan obat-obatan lainnya (Rasyaf, 1994).













BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak dengan materi Identifikasi Bahan Pakan dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 16 Mei 2010 pukul 13.00-14.00 WIB di Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.

3.1. Materi
Materi yang digunakan dalam praktikum Identifikasi Bahan Pakan adalah berbagai jenis bahan pakan yaitu onggok, ampas teh, jagung putih, topmix, kroto sk3, bekatul, pollard, tetes, tepung daun singkong, kedelai, BR (pellet), tepung daun papaya, jagung kuning giling, bungkil kelapa dan tebu merah. Hijauan segar meliputi angsana, kulit jagung dan benggala serta bahan tambahan seperti temulawak. Adapun alat-alat yang digunakan dalam paraktikum Identifikasi Bahan Pakan adalah selembar kertas sebagai tempat bahan pakan dan alat tulis untuk mencatat klasifikasi bahan pakan yang tersedia.

3.2. Metode
Metode yang digunakan dalam Identifikasi Bahan Pakan adalah menyiapkan peralatan dan bahan-bahan yang dibutuhkan. Melakukan pengamatan bahan pakan dengan mencatat nama bahan, bentuk, warna, bau, rasa dan menyebutkan klasifikasi masing-masing bahan pakan secara Internasional selanjutnya mencatat hasil praktikum.
















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berdasarkan hasil praktikum Identifikasi Bahan Pakan diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Klasifikasi Bahan Pakan
No Nama Bahan Klasifikasi Bentuk Warna Bau Rasa
1 Temulawak Additif Bongkahan Kuning Khas temulawak Pahit
2 Angsana Pastura Daun Hijau Khas Hambar
3 Onggok Sumber energi Butiran Cokelat Tidak berbau Hambar
4 Ampas teh Sumber energi Remah Hitam Wangi Hambar
5 Jagung putih Sumber energi Butiran Putih kekuningan Tidak berbau Hambar
6 Kulit jagung Pastura Lembaran Hijau kekuningan Tidak berbau Hambar
7 Benggala Pastura Lembaran Hijau Tidak berbau Hambar
8 Topmix Sumber mineral Bubuk Cokelat Harum Hambar
9 Kroto Sk3 Sumber protein Bubuk Cokelat Sedikit manis Manis
10 Bekatul Sumber energi Serbuk Cokelat keputihan Khas bekatul Hambar
11 Pollard Sumber energi Serbuk Putih Harum Hambar
12 Tetes Sumber energi Cair Hitam Seperti kecap Manis
13 Tepung
daun singkong Sumber energi Serbuk Hijau Apek Hambar
14 Kedelai Sumber protein Serbuk Cokelat Apek Hmbar
15 BR (pellet) Sumber protein Butiran Cokelat Apek Hambar
16 Tepung daun pepaya Sumber energi Serbuk Hijau Apek Hambar
17 Jagung kuning giling Sumber energi Butiran Kuning keputihan Tidak berbau Hambar
18 Bungkil kelapa Sumber protein Serbuk Cokelat Apek Hambar
19 Tebu Merah Sumber energi Batang Kekuningan Harum Manis

4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum Klasifikasi Bahan Pakan diperoleh hasil sebagai berikut :

4.2.1. Hijauan kering atau Hay
Bahan pakan yang termasuk dalam kelas hijauan kering atau hay adalah semua hay, jerami kering, dry stover dan semua bahan kering yang berisi 18% atau lebih serat kasar. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rasyaf (1994) yang menyatakan bahwa hijauan kering dan jerami memiliki 18% atau lebih serat kasar. Berdasarkan hasil praktikum tidak terdapat bahan pakan yang termasuk golongan hijauan kering kering dan jerami.


4.2.2. Hijauan segar / pastura
Berdasarkan hasil praktikum, bahan pakan yang termasuk dalam kelas atauhijaun segar antara lain angsana, kulit jagung dan benggala.

4.2.2.1. Angsana, berdasarkan hasil praktikum angsana adalah bahan pakan yang tergolong dalam kelas Pastura. Angsana bisa dikatakan sebagai hijauan segar karena pastura merupakan bahan pakan nabati yang diberikan secara segar sebagai hijauan segar selain itu pastura memiliki palatabilitas yang rendah. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Lubis (1992) yang menyatakan bahwa pastura adalah bahan pakan nabati yang diberikan pada ternak secara segar sebagai hijaaun segar. Tillman et al (1991) menambahkan bahwa hijauan segar memiliki tingkat palatabilitas (daya suka) yang rendah meskipun nilai protein cukup tinggi yaitu 10-12%. Menurut hasil pengamatan angsana berwarna hijau, berupa daun, rasa hambar dan bau khas angsana dan zat antinutrisi yang dimiliki adalah oxalate.

4.2.2.2. Kulit jagung, berdasarkan hasil praktikum kulit jagung adalah bahan pakan yang tergolong dalam kelas pastura. Kulit jagung bisa dikatakan sebagai hijauan segar karena memiliki kalori yang cukup tinggi dan disukai ternak serta memiliki palatabilitas yang cukup tinggi bila dalam keadaan segar. Sesuai dengan pendapat Rasyaf (1994) yang menyatakan bahwa kulit jagung memiliki kalori yang cukup tinggi dan disukai ternak. Menurut hasil praktikum kulit jagung berwarna hijau kekuningan, berupa lembaran, tidak berbau, rasa hambar dan memiliki zat antinutrisi berupa mimosin.
4.2.2.3. Benggala, berdasarkan hasil praktikum, benggala adalah bahan pakan yang termasuk dalam kelompok hijauan segar karena benggala memiliki konsentrat yang tinggi. Menurut hasil praktikum, benggala (Panicum maximum) berwarna hijau, tidak berbau, rasa hambar dan zat antinutrisi yang dimiliki adalah oxsalat. Benggala tergolong dalam graminae yang sangat disukai ternak terutama sapi. Hal itu sesuai denagn pendapat Rasyaf (1994) bahwa hijauan adalah sumber pakan utama ruminansia berupa rumput maupun leguminosa. Lubis (1992) menambahkan bahwa beberapa graminae yang disukai ternak antara lain rumput gajah, rumput benggala dan varietas-varietasnya.

4.2.3. Silase
Berdasarkan hasil praktikum, bahan pakan yang termasuk dalam kelas ini adalah semua makanan atau bahan pakan yang berasal dari hijauan yang telah mengalami prises fermentasi di dalam silo seperti secara anaerob, mengandung bahan kering sebesar 20-35% (Tillman et al, 1998). Tillman et al (1991) menambahkan bahwa silase adalah bahan makanan yang dipotong-potong dan difermentasi. Berdasarkan hasil praktikum tidak terdapat bahan pakan yang termasuk golongan silase.
4.2.4. Sumber energi
Berdasarkan hasil praktikum, kelas bahan pakan yang termasuk dalam Sumber Energi antara lain tepung daun pepaya, jagung kuning giling, onggok, bekatul, tetes, tepung daun singkong, pollard, jagung putih dan tebu merah.
4.2.4.1. Tepung daun pepaya, berdasarkan hasil praktikum, tepung daun pepaya termasuk dalam sumber energi karena potensi protein kasar yang terkandung adalah 21-27%. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Lubis (1992) yang mengungkapkan bahwa sumber energi merupakan bahan pakan yang memiliki kandungan protein kasar kurang dari 20% dengan konsentrasi serat kasar dibawah 18%. Akan tetapi tepung daun papaya tetap dapat di masukkan dalam kelas sumber energi meskipun kandungan protein kasarnya di atas standar karena dapat diamnfaatkan terutama untuk penyusunan pakan ternak pedaging serta penggunaannya untuk komposisi pakan ternak unggas hanya terbatas sekitar 2-5% terutama untuk menghindari pengaruh buruk. Menurut hasil praktikum maka tepung daun papaya memiliki bentuk serbuk, berwarna hijau, berbau apek, rasa hambar serta zat antinutrisinya berupa mimosin. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rasyaf (1994) yang menyatakan bahwa daun papaya yang mengandung zat pepsin merupakan enzim yang bisa memperbaiki karkas daging ternak unggas.

4.2.4.2. Jagung kuning giling, berdasarkan hasil praktikum, jagung kuning giling termasuk dalam kelompok sumber energi karena jagung adalah salah satu bahan pakan yang baik untuk penggemukan. Sesuai dengan pendapat Parakkasi (1995) bahwa kelebihan jagung dibandingkan pakan lainnya adalah palatable, kecernaan tinggi dan mudah disimpan. Selain itu jagung giling didominasi warna kuning. Menurut hasil pengamatan jagung kuning giling memiliki bentuk butiran, warna kuning keputihan, tidak berbau, rasa hambar dan memiliki zat antinutrisi berupa mimosin. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rasyaf (1994) bahwa jagung mempunyai pigmen crytoxanthin yang merupakan prekusor vitamin A. Pigmen ini akan menyebabkan warna yang menarik pada karkas ayam broiler.
Jagung mengandung 86% BK; 4,3% SK; 61,8% BETN; dan 9,7% PK, hal ini sesuai dengan pendapat Blakely and Blade (1994) bahwa jagung mengandung serat kasar yang rendah dan mudah di dapat. Jagung kuning ini diberikan kepada unggas antara lain, ayam broiler, ayam ras pembibit, itik, bebek, angsa, kalkun, ayam hias, ayam bekisar, ayam pelung, dan ayam buras lainnya (Rasyaf, 1994).

4.2.4.3. Onggok, berdasarkan hasil praktikum, onggok termasuk dalam sumber energi karena Kadar protein dapat dicerna sebesar 0,6% dan martabat patinya 76%. Hal ini sesuai dengan pendapat Soelistiyono (1976) bahwa susunan zat makanannya berupa 18% air; 0,8% PK; 76% BETN; 2,2% SK; 0,2% L; 2,5% abu. Onggok memiliki bentuk butiran, warna cokelat, tidak berbau, rasa hambar, serta memiliki zat antinutrisi berupa mimosin. Onggok merupakan hasil samping dari pembuatan tapioka ubi kayu yang berwarna putih sehingga kandungan proteinnya rendah yaitu kurang dari 5%. Anonim (2009) menambahkan bahwa onggok yang terfermentasi dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ternak terutama ternak unggas.

4.2.4.4. Bekatul, berdasarkan hasil praktikum, bekatul termasuk dalam sumber energi karena bekatul mengandung zat anti nutrisi seperti kitin, hemoglutinin dan anti tripsin. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wahju (1992) bahwa bekatul juga mengandung calcium-fosfor dan Zn-filtrat yang tinggi. Bekatul memiliki bentuk serbuk, berwarna cokelat keputihan, bau khas, rasa hambar dan zat anti nutrisi yang dimiliki adalah oxalat. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1994) bahwa bekatul adalah pakan sumber energi yang merupakan hasil samping pertanian. Parakkasi (1995) menambahkan bahwa bekatul adalah hasil penggilingan sisa pertanian sehingga berbentuk serbuk halus.

4.2.4.5. Tetes, berdasarkan hasil praktikum, tetes adalah bahan pakan yang tergolong dalam kelas sumber energi. Tetes berbentuk cair, berwarna hitam, bau seperti kecap, rasa manis dan memiliki zat antinutrisi berupa mimosin. Penggunan dalam penyusunan pakan ternak terbatas sekitar 5% dari komposisi pakan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rasyaf (1994) yang menyatakan bahwa bila terlalu banyak pemakaiannnya akan menyebabkan feses (kotoran) ternak ungaas menjadi basah. Kadar protein indeks rendah, tapi cukup potensial sebagai sumber energi.

4.2.4.6. Tepung Daun Singkong, berdasarkan hasil praktikum, tepung daun singkong termasuk dalam kelas sumber energi, tekstur berupa serbuk, berwarna hijau, bau apek, rasa hambar dan memiliki zat antinutrisi berupa mimosin. Tepung daun singkong merupakan bahan baku pakan ternak unggas yang cukup potensial karena protein kasarnya mencapai 29%. Menurut Parakkasi (1995) penggunaan protein kasar hanya terbatas sampai 5% saja.

4.2.4.7. Pollard, berdasarkan hasil praktikum, pollard merupakan sumber energi, berbentuk serbuk, berwarna putih, bau harum, rasa hambar dan zat antinutrisi berupa mimosin. Pollard merupakan limbah dari pengolahan gandum. Kandungan nutrisinyacukup baik. Energi metabolisme 1140 kkal / kg, protein 11,8%, serat 11,2% dan lemak 3,0%. Menurut pendapat Tillman et al (1991) bahwa bahan baku pakan polaard di dapat dari menyuplai bahan makanan ternak.

4.2.4.8. Jagung putih, berdasarkan hasil praktikum, jagung putih termasuk dalam kelas sumber energi, berbentuk butiran, berwarna putih kekuningan, tidak berbau, rasa hambar dan memiliki zat antinutrisi berupa mimosin. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tillman et al (1998) yang menyatakan bahwa jagung putih mempunyai biji berwarna putih dan biasanya dibuat menjadi nasi jagung putih. Wahju (1997) menambahkan kandungan zat nutrisi dalam jagung putih adalah 12,40% air, 11,12% protein kasar, 3,99% lemak kasar, 8,11% serat kasar, 61,18% karbohidrat dan 3,24% abu.

4.2.4.9. Tebu Merah, berdasarkan hasil praktikum, tebu merah termasuk dalam kelas sumber energi. Memiliki bentuk batang, berwarna kekuningan, bau harum, rasa manis dan memiliki zat antinutrisi berupa oxalate. Hal tersebut tidak sesuai dengan pendapat Lubis (1992) yang menyatakan bahwa tebu merah berwarna merah tua, lebih gurih daripada tebu biasa, berbentuk batang dan dapat diolah menjadi gula merah.

4.2.5. Sumber protein
Berdasarkan hasil praktikum kelas bahan pakan yang termasuk dalam sumber protein antara lain bungkil kelapa, bungkil kedelai, pellet dan kroto sk3.
4.2.5.1. Bungkil kelapa, berdasarkan hasil praktikum, bungkil kelapa termasuk dalam golongan sumber protein karena bahan pakan digunakan dalam penyusunan ransum untuk ternak. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rasyaf (1994) yang menyatakan bahwa bungkil kelapa dalam ransum digunakan sebagai sumber protein dan berasal dari hasil ikutan dari pabrik minyak kelapa. Bungkil kelapa berbentuk serbuk, berwarna cokelat, bau apek, rasa hambar dan zat antinutrisi yang dimiliki adalah mimosin. Menurut Murtidjo (1987) bungkil kelapa memiliki kandungan zat gizi 20,55 protein kasar, 86% bahan kering, 16,9% serat kasar, 9,4% BETN, 5,6% abu dan energi metabolisme sebesar 1540 kkal/kg.

4.2.5.2. Bungkil Kedelai, berdasarkan hasil praktikum, bungkil kedelai termasuk dalam klasifikasi bahan pakan sumber protein, berbentuk serbuk, berwarna cokelat, bau apek, rasa hambar dan zat antinutrisinya berupa mimosin. Menurut Wahju (1997) bahwa bungkil kedelai memiliki kandungan zat nutrisi yaitu 4,9% abu, 16,6% lemak kasar, 60% serat kasar, 26,1% BETN dan 32,4% protein kasar. Rasyaf (1994) menambahkan bahwa protein yang terkandung oleh bungkil kedelai cukup tinggi sehingga dalam penyusunan ransum bungkil kedelai digunakan sebagai sumber protein. Kualitas bungkil kedelai tergantung pada proses pengambilan minyaknya, varietas kacang kedelai dan kualitas kacang kedelainya.

4.2.5.3. BR (pellet), berdasarkan hasil praktikum, pellet termasuk dalam kelompok sumber protein. Memiliki tekstur butiran, berwarna cokelat, bau apek, rasa hambar daan zat antinutrisinya berupa oxsalat. Menurut Murtidjo (1987) pelet merupakan alternatif makanan yang efisien penggunaanya karena proses pembuatannya mudah, mudah dicerna, bersih dari kuman-kuman salmonella. Anggorodi (1994) menambahkan bahwa segi ekonomis pemakaian jenis pakan ini adalah memperpanjang penyimpanan dan menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi yang terkandung dalam komposisi pakan. Adapun pendapat dari Wahju (1997) yang menyatakan bahwa kandungan nutrisi meliputi protein 9,5%, kandungan energi 4530-4520 kal / kg dan serat kasar 10%.

4.2.5.4. Kroto sk3, berdasarkan hasil praktikum, kroto sk3 termasuk dalam kelas sumber protein. Memiliki tekstur bubuk, berwarna coklat, bau sedikit manis, rasa manis dan mempunyai kandunagn zat antinutrisi berupa mimosin. Hal tersebut sesuai denagn pendapat Wahju (1997) bahwa kroto mempunyai kandungan protein yang tinggi dan menagndung 2,4% protein kasar.

4.2.6. Sumber mineral
Berdasarkan hasil praktikum kelas bahan pakan yang termasuk dalam sumber mineral antara lain topmix.

4.2.6.1. Topmix, berdasarkan hasil praktikum, topmix merupakan bahan pakan yang termasuk dalam sumber mineral, memiliki struktur bubuk, berwarna coklat, bau harum, rasa hambar serta zat antinutrisi yang dimiliki adalah mimosin. Topmix adalah supplemen vitamin, mineral, asam amino dan antibiotik atau pengobatan dari keempatnya. Penggunaan topmix mutlak diperlukan jika kandungan nutrisi tersebut dalam pakan tidak lengkap atau tidak mencukupi. Hal tersebut sesuai denagn pendapat Tillman et al (1991) bahwa topmix mengandung komposisi vitamin asm amino, mineral dan pemicu pertumbuhan.

4.2.7. Sumber vitamin
Bahan pakan yang termasuk dalam sumber vitamin adalah semua makanan yang mengandung cukup banyak vitamin. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Murtidjo (1991) yang mengungkapkan bahwa bahan pakan yang termasuk dalam sumber vitamin adalah semua makanan yang mengandung cukup banyak vitamin. Jagung kuning memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan jagung putih karena jagung kuning mengandung karoten, provitamin A yang tinggi. Vitamin adalah zat katalitik esensial yang tidak dapat disintesis tubuh (Anggorodi, 1994). Rasyaf (1994) menambahkan bahwa vitamin dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang kecil tetapi merupakan regulator metabolisme.

4.2.7. Zat Additif
Berdasaarkan hasil praktikum kelas bahan pakan yang termasuk zat additif antara lain temulawak.

4.2.7.1. Temulawak, berdasarkan hasil praktikum, temulawak termasuk zat additif, memiliki bentuk bongkahan, berwarna kuning (orange), bau khas temulawak, rasa pahit serta mengandung zat antinutrisi berupa mimosin. Hal tersebut sesuai dengan pendapet Murtidjo (1991) yang menyatakan bahwa temulawak mempunyai warna kekuningan atau kecokelatan.



BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum Klasifikasi Bahan Pakan dapat disimpulkan bahwa bahan menurut kelas internasional menjadi delapan golongan, yaitu hijauan kering dan jerami, pastura atau hijauan segar, silase, sumber energi, sumber protein, sumber mineral, sumber vitamin dan additif. Menurut hasil praktikum tidak terdapat bahan makan yang termasuk dalam hijauan kering, silase dan sumber vitamin. Bahan pakan yang termasuk dalam pasture yaitu angsana, kulit jagung, benggala. Bahan pakan yang tergolong sumber energi meliputi onggok, ampas teh, jagung putih, bekatul, pollard, tetes, tepung daun singkong, tepung daun papaya, jagung kuning giling dan tebu merah. Bahan pakan yang termasuk sumber protein adalah kroto sk3, bungkil kedelai, pelet dan bungkil kelapa. Bahan pakan dalam praktikum yang termasuk sumber mineral adalah top mix. Bahan pakan yang termasuk additif meliputi temulawak.






DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, HR. 1994. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia, Jakarta.
Hartadi H., Reksohadiprajo dan Tillman. 1993. Tabel Komposisi Pakan untuk
Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Lubis, DA. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta.
Parakkasi, A. 1992. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas
Indonesia, Jakarta.

Rasyaf, M. 1994. Makanan Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.
Soelistyono, HS. 1976. Ilmu Bahan Makanan Ternak Fakultas Peternakan dan
Perikanan,Universitas Diponegoro, Semarang.

Tillman, Hartadi, H, Reksohadiprodjo, Praawirokusumo dan Lobdosoekodjo.
1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Tomas Zewska, MW., Mastika,IM., Djajanegara A., Gordina, S dan Wiradarya,
TK. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas maret University Press, Surabaya.

Wahju, J.1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-4. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.



BAB I
PENDAHULUAN
Saluran pencernaan pada semua hewan mempunyai struktur dan organ yang berbeda-beda. Hewan ruminansia cenderung mengkonsumsi hijauan karena pada lambungnya mampu mencerna serat kasar yang hampir sama dilakukan pada hewan pseudorumionansia yang juga mencerna serat kasar tetapi dalam mencerna serat kasarnya kurang begitu sempurna, sedangkan makanan yang dicerna didalam saluran pencernan pada ayam dilakukan dengan sempurna atau dikenal dengan istilah complete feed.
Tujuan dari praktikum anatomi saluran pencernaan adalah agar mahasiswa mengetahui susunan anatomi organ pencernaan pada ternak ruminansia, pseudoruminansia dan ruminansia. Manfaat dari praktikum anatomi saluran pencernaan adalah agar praktikan dapat mengetahui dan mengurutkan saluran pencernaan pada ternak ruminansia, pseudoruminansia dan non-ruminansia.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Saluran Pencernaan Ternak Ruminansia
Sistem pencernaan pada ternak ruminansia terdiri dari mulut, esofagus, lambung yang terdiri dari rumen, retikulum, omasum, abomasum, usus besar, dan anus (Frandson, 1992). Ternak ruminansia sangat berbeda dengan ternak mamalia lain karena ruminansia mempunyai lambung besar yaitu abomasums, lambung muka yang membesar dan memiliki tiga ruangan yaitu rumen, reticulum dan omasum (Tillman et al., 1991)

2.1.1. Mulut
Mulut dan komponennya (gigi, lidah, pipi, dan kelenjar saliva) memiliki tingkat kepentingan yang berbeda pada tiap species (Blakely dan Bade, 1994). Hewan ruminansia menggunakan lidah untuk menarik dan memotong rumput-rumput itu dikunyah sebentar sebelum ditelan, dicampur dengan saliva di dalam mulut untuk melumasinya. Kemudian pakan itu bergerak dari esofagus menuju rumen (pauch atau ruang fermentasi). Reikulum masuk abomasum. Lalu omasum kemudian diserap usus halus. Bahan yang tidak tercerna bergerak ke ceca dan usus besar kemudian diekskresikan sebagai feses (Frandson, 1992).



2.1.2. Esofagus
Esofagus merupakan saluran kelanjutan dari faring dan merupakan kelanjutan dari suatu saluran muskular yang merentang dari farings menuju kardia perut pada posisi kaudal dari diafragma. Esofagus terdiri dari dua lapis yang saling melintas miring. Kemudian spiral dan akhirnya membentuk suatu lapisan muskular dalam (Akoso, 2002). Esofagus terdiri dari otot, sub mukosa, dan mukosa. Ph normal pada esofagus ternak ruminansia adalah 7 yang berarti di dalam esofagus bernuansa netral (Frandson, 1992).

2.1.3. Lambung
Ternak ruminansia berbeda dengan ternak ruminansia lain karena mempunyai lambung sejati yaitu abomasum dan lambung muka yang membesar, mempuntai tiga ruangan yaitu rumen, retikulum, omasum (Tillman et al., 1991). Perut sejati pada ruminansia diawali oleh tiga bagian perut yang meliputi epitel squamosum berstrata. Makanan dicerna oleh mikroorganisme sebelum bergerak ke saluran pencernaan lainnya (Frandson, 1992).

2.1.3.1. Rumen merupakan suatu maskular yang besar dan terentang dari diafragma menuju ke pelvis dan hampir menempati sisi kiri dari rongga abdominal (Frandson, 1992). Mikroorganisme rumen sangat berperan penting dalam rumen. Makanan yang masuk berdegradasi kompleks menjadi poisakarida seperti selulosa, hemiselulosa, VFA atau Volatile Fatty Acid mensuplai 55-56% dari kebutuhan energi hewan ternak tersebut. Mikroba juga mensintesis vitamin B kompleks yang sangat dibutuhkan oleh hewan ternak tersebut. Ph normal pada rumen ternak ruminansia adalah netral yaitu 7 (Siregar, 1994).

2.1.3.2. Retikulum adalah bagian perut (kompartemen) yang paling kranial seperti yang tercermin dari namanya. Kompartemen ini bagian dalamnya diseliputi oleh membran mukosa yang mengandung intersekting ridge yang membagi permukaan itu menjadi permukaan yang menyerupai permukaan sarang lebah (Frandson, 1992). Secara fisik ini kurang terpisah dari rumen tetapi bagian ini menyerupai daerah pengaturan aliran dari esofagus dan rumen ke abomasum. Di dalam retikulum terjadi pencernaan fermentatif. Ph normal pada retikulum adalah 7(suasana netral) (Siregar, 1994).

2.1.3.3. Omasum merupakan suatu orgab yang berisi lamina muskuler yang turun dari alam dorsum atau bagian atap. Omasum terletak di sebelah kanan rumen dan retikulum persis pada kaudal hati. Pertautan antara omasum dan banomasum terdapat suatu susunan lipatam membran mukosa “vela terminalia” yang barangkali berperan sebagai katup untuk mencegah kembalinya bahan-bahan dari abomasum menuju omasum (Frandson, 1992). Fungsi bagian ini adalah untuk menyaring partikel pakan yang lebih kecil, oleh karena itu terdapat lima macam lamina atau daun yang masing-masing mempunyai duri. PH normal pada omasum ternak ruminanasia adalah 7 yang berarti netral (Akoso, 2002).

2.1.3.4. Abomasum, abomasum menurut Siregar (1994), disebut sebagai perut sejati karena pada daerah ini terdapat kelenjar digesti yang berperanan dalam proses pemecahan zat-zat gizi,. Abomasum terletak ventral dari omasum dan terentang kaudal pada sisi kanan dari rumen (Frandson,1992).
2.1.4. Usus Halus berbentuk saluran tabung yang memanjang dan tidak beraturan panjang usus kambing mencapai 45 meter. Usus kambing berbentuk rabung ini beberapa kali melebar dan menyempit sepanjang rangkaiannya sesuai dengan fungsinya (Akoso, 2002). Usus halus terbagi atas tiga bagian yaitu duodenum, jejenum, dan ileum. Berdasarkan pada perbedaan-perbedaan struktural histologis atau mikroskop. Duodenum merupakan bagian yang pertama kali dari usus. Jejenum dengan jelas dapat dipisahkan dengan duedenum, yaitu terdapat seperti bintil putih sebagai pembatas. Bagian terakhir dari usus halus adalah ileum. Bagian terminal dari ileum tersambung dengan usus besar atau sekum dan kolon pada ruminansia dari babi, pada bagian kanan dari rongga abdomal. PH normal yang terdapat pada usus halus adalah 7 (Frandson, 1992).

2.1.5. Sekum merupakan bagian dari usus besar. Sekum pada ternak ruminansia bentuk-bentuknya berlekuk-lekuk. Sekum terjadi pencernaan secara fermentatif karena terdapat mikroba dalam sekum sehingga didalam sekum merupakan tempat pembusukan makanan menjadi feses yang nantinya dibuang (Akoso, 2002). Didalam sekum terdapat bakteri-bakteri pembusuk, antara lain proteolitik. Proteolitik ini berfungsi menyerang protein yang belum dicerna menjadi asam-asam amino. PH normal pada sekum adalah 8 yang berarti didalam sekum suasananya basa (Frandson, 1992).

2.1.6. Usus Besar terdiri dari sekum, kolon, dan rektum. Usus besar tidak menghasilkan enzim karena kelenjar-kelenjar yang ada adalah mukosa, karenanya tiap pencernaan yang terjadi di dalamnya adalah sisa-sisa kegiatan oleh enzim-enzim dari usus halus dan enzim yang dihasilkan oleh jasad-jasad renik yanng banyak terdapat pada usus besar. Didalam sekum akan terjadi pencernaan fermentatif (Frandson, 1992). Bakteri yang hidup pada usu besar dan sekum anatar lain proteolitik yang berfungsi menyerang protein yang belum di cerna menjadi asam-asam amino. PH normal pada usus besar adalah 7 yang berarti suasananya netral (Tillman et al. , 1991)

2.2. Saluran Pencernaan Ternak Non Ruminansia
Saluran pencernaan pada hewan ruminansia dan non ruminansia relatif sama kecuali pada bagian perut. Hewan ruminansia perutnya terdiri dari empat bagian, sedangkan hewan non ruminansia terdiri atas satu bagian yang dilengkapi dengan beberapa daerah lain di dalam perut yaitu: daerah glandula kardiak, daerah glandula pundik, dan daerah glandula pilorik. (Diggins dan Bundy, 1961). Saluran pencernaan pada hewan nonruminansia terdiri atas mulut, oseophagus, lambung, usus halus, usus besar, dan anus (Parakasi,1986)

2.2.1. Paruh
Gigi pada paruh ternak dapat juga digunakan sebagai parameter untuk mengetahui usia ternak. Hal ini dapat dilihat dari penyembulan (erupsi), penggantian gigi sementara, bentuk dan derajat keausan karena dipakai untuk mengunyah pada gigi susu ataupun pada gigi permanen. Gigi terdiri dari beberapa bagian yaitu: dentine, cementum, enamel, dan mahkota (Frandson, 1992). Rongga mulut terdapat 3 alat pelengkap pencernaan, yakni gigi, lidah dan saliva. Gigi berguna untuk secara mekanis memecah makanan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil sehingga mudah dapat ditelan oleh ternak yang bersangkutan dalam proses pengunyahan bahan makanan. Pada ternak non ruminansia mengandung enzim amilase. Bagian mulut pada ternak non ruminansia, misalnya unggas. Paruh dan lidah sebagai pengambil makanan. Kelenjar saliva sebagai pembasahan dan pelumas (Parakkasi, 1986).

2.2.2. Esophagus

Panjang Esophagus berkisar 125-150 cm. Esophagus disambungkan dengan mulut oleh faring (Parakkasi, 1986). Dinding muskular Esophagus terdiri dari dua lapis yang membentuk suatu lapisan sirkular dalam. Otot pada Esophagus berubah dari jenis otot melintang menjadi otot halus pada sepertiga bagian kaudal Esophagus (pada kuda), persis di depan diafragma (pada babi) (Frandson, 1992).

2.2.3. Tembolok
Tembolok berbentuk kantong yang merupakan pelebaran dari Oesophagus. Berfungsi sebagai kantong untuk menampung makanan dan minuman sebelum masuk ke dalam proventrikulus (Sarengat, 1982). Pakan disimpan dalam tembolok sementara waktu dan tidak ada proses pencernaan, kecuali pencampuran sekresi saliva dari mulut yang dilanjutkan aktivitasnya di tembolok (Akoso, 2002).
2.2.4. Proventriculus
Proventriculus mengeluarkan asam lambung, terutama asam hidroklarat, dan enzim pepsin (Blakely dan Bade, 1994). Makanan dari proventrikulus menuju gizzard yang bergerak menggiling partikel-partikel makanan dan menghancurkan dinding-dinding sellulose dari biji-bijian (Sarengat, 1982).

2.2.2.4. Ventrikulus

Ventrikulus tersusun dari suatu struktur bertanduk yang berotot tebal. Pemberian grit dalam pakan adalah tidak umum tetapi dapat membantu kerja empedal. Pecahan granit, kulit kerang atau bahan keras yang tidak larut dapat digunakan sebagai suatu pakan tambahan (Akoso, 2002). Kerja penggilingan yang terjadi secara tidak sadar oleh otot empedal memiliki kecenderungan untuk menghancurkan pakan seperti yang dilakukan oleh gigi (Blakely dan Bade, 1994).

2.2.2 Usus Halus
Usus halus dapat dibagi secara anatomik menjadi tiga bagian, yaitu: duodenum yang berhubungan langsung dengan lambung, jejunum yang berada di tengah, dan ileum yang berhubungan dengan usus besar (Tillman et al, 1991). Kelenjar-kelenjar duodenum menghasilkan sekresi alkali yang masuk ke duodenum melalui saluran diantara villi dan cairan ini hanya pelicin. Cairan ini berguna untuk melindungi dinding duodenum dari pengaruh suasana asam yang masuk dari lambung. Hasil pencernaan makanan terjadi pada usus halus, usus halus memiliki kondisi asam di dalamnya dengn ph 3 sampai 6 (Frandson, 1992).
2.2.3 Usus besar
Usus besar merupakan terdiri dari sekum, kolon, dan rektum. Usus besar tidak menghasilkan enzim karena kelenjar-kelenjar yang ada adalah kelenjar mukose. Karenanya, tiap pencernaan yang terjadi di dalamnya adalah sisa-sisa kegiatan pencernaan oleh enzim dari usus halus dan enzim yang dihasilkan oleh jasad-jasad renik yang banyak terdapat pada usus besar. Di dalam sekum terjadi pencernaan fermentatif (Frandson, 1992). Bakteri yang hidup pada usus besar dan sekum antara lain proteolitik, yang berfungsi menyerang protein yang belum dicerna menjadi asam-asam amino. Jasad renik ini juga mensintesa vitamin B yang akan diabsorbsi ke dalam tubuh, namun biasanya sebagian besar akan disekresikan melalui kotoran. Selain bakteri proteolitik di usus besar juga terdapat bakteri selulolitik yang berfungsi mencerna serat kasar, mengubahnya menjadi Volatile Fatty Acid (asam lemak terbang) yang kemudian digunakan sebagai energi (Tillman et al., 1991).

2.3. Saluran Pencernaan Ternak Pseudoruminansia
Hewan pseudoruminansia merupakan hewan yang mempunyai sistem pencernaan hampir sama dengan hewan ternak rumansia tetapi menpunyai lambung tunggal. Kelinci merupakan hewan pseudoruminansia, herbivora monogastrik yang mempunyai lambung sederhana, intestinum dan usus belakang yang membesar yaitu caecum dan colon (Chah et al., 1975). Saluran pencernaan pada hewan pseudoruminansia terdiri atas mulut, oseopaghus, lambung, usus halus, usus besar, dan anusa (Parakasi,1986).
2.3.1. Mulut
Pencernaan dalam mulut dimulai dengan penempatan makanan dimana terdapat pemamahan dengan pengunyahan. Proses ini juga mencampur makanan dengan air ludah, yang berfungsi sebagai pelicin untuk membantu penelanan. Air liur disekresikan kedalam mulut oleh tiga pasang kelenjar ludah dan mengandung 99% air dan 1% musin, enzim alfa amilase (Parakkasi, 1986). Mulut digunakan untuk menggiling makanan dengan bantuan lidah serta mencampurnya dengan saliva, juga berperan dalam mekanisme prehensik dan juga sebagai senjata defensif maupun ofensif. Ternak psoudoruminansia terjadi mastikasi yaitu mengambil pakan, mengunyah, dan mencampur dengan saliva (Frandson, 1992).

2.3.2. Esophagus
Esophagus merupakan suatu saluran yang merupakan jalan bagi makanan yang telah mengalami proses pencernaan di dalam mulut dan merupakan penghubung antara rongga mulut dengan lambung (Tillman et al., 1991). Bagian esophagus (pars oesophagea) yang berwarna putih, tidak mempunyai kelenjar dan dilapisi oleh epitelium berbentuk squomaus-statified yang tebal. Daerah ini meliputi 1/3-2/5 bagian dari seluruh jaringan mukosa (Parakkasi, 1986).
2.3.3. Lambung
pH lambung sangat asam sekitar 1-2 kelinci dewasa sehingga sangat efektif didalam membunuh mikroorganisme pathogen. Kelinci yang sedang menyusui pH lambungnya sekitar 5-6,5 (Frandson, 1992). Lambung adalah ruangan yang berfungsi sebagai tempat pencernaan dan penyimpan makanan. Cairan lambung terdiri dari air, garam-garam anorganik dan pepsinogen dapat merangsang produksi pepsin. Konsentrasi asam dalam cairan lambung menurunkan pH sampai 2,0 (Parakasi,1986).

2.3.4. Usus halus
Usus halus terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: duodenum, jejenum dan ileum. Saat pakan masuk duodenum disekresikan getah pankreas dan ion-ion bikarbonat untuk menetralisir asam getah empedu juga disekresikan sebagai emulsi lemak (Parakkasi, 1986). Duodenum menghubungkan usus halus dengan lambung sedangkan ileum yang menghubungkan usus halus dengan usus besar (intestinum crassum). Usus halus terdapat empat sekresi cairan yaitu cairan duodenum, empedu, cairan pankreas dan cairan usus (Frandson, 1992).

2.3.5. Usus Besar
Pembentukan sekum akan menyebabkan pembesaran pada kolon, tanpa sekum tidak ada coprophagi. Coprophagi umumnya dikeluarkan pada pagi dan malam hari, mengandung vitamin B, protein 28,8% dan 30% serat kasar. Sedangkan kotoran kerasnya dikeluarkan pada siang hari mengandung 9,2% protein dan 50,3% serat kasar. Sekum merupakan suatu kantung buntu. Kolon terdiri atas rectum. Bagian yang turun berakhir di rectum dan anus. Variasi pada usus besar dari satu spesies ke spesies lain jauh lebih menonjol dibandingkan dengan usus halus (Frandson, 1992). Ada dua hal yang menyebabkan cairan pancreas kuda berbeda dengan ternak lainnya. Dua hal tersebut adalah: 1) konsentrasi enzim yang relatif rendah; 2) rendahnya kadar HCO3. Daya proteolitis dari cairan pancreas kuda sangat lemah dibanding dengan ternak lain karena dalam proses pencernaanya tidak mengalami proses ruminasi, maka tidak ada pula proses eruktasi khusus (Parakkasi, 1986).















BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak dengan materi Identifikasi Saluran Pencernaan dilaksanakan pada hari Sabtu, 22 Mei 2010 pukul 13.00-14.00 WIB dan tanggal 23 Mei 2010 pukul 07.30-08.30 WIB di Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.

3.1. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum Identifikasi Saluran Pencernaan adalah pisau, gunting, silet untuk mengiris dan memotong ternak yang akan di identifikasi saluran pencernaannya, mangkok dan timbangan untuk pengukur bobot badan organ pencernaan, alat ukur atau meteran untuk mengukur panjang organ pencernaan, kertas lakmus untuk mengukur pH masing-masing organ pencernaan ternak. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ternak berupa ayam, bebek dan kelinci serta saluran pencernaan pada kambing.

3.2. Metode

Metode yang dilakukan dalam praktikum Identifikasi saluran Pencernaan adalah memotong atau menyembelih ternak yang akan diamati saluran pencernaannya, setelah ternak mati maka membuka dan mengeluarkan organ-organ saluran pencernaannya. Mengamati bentuk, mengurutkan dan membedakan saluran pencernaan. Menghitung pH pada tiap-tiap organ, mengukur panjang organ dan menimbang bobot organ pencernaannya serta mengamati bentuk partikel dari masing-masing organ yang berupa isi makanan maupun sisa-sisa makanan.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Saluran Pencernaan Ruminansia
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap saluran pencernaan pada kambing maka dapat digambarkan sebagai berikut:




Ilustrasi 1. Saluran Pencernaan Kambing Sumber :Data Primer Praktikum Ilmu
Nutrisi Ternak, 2010.


Keterangan:
1. Mulut
2. Esofagus
3. Rumen
4. Retikulum
5. Omasum
6. Abomasum
7. Usus Halus
8. Sekum
9. Usus Besar
10. Anus


Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa saluran pencernaan pada Ruminansia adalah mulut, esophagus, rumen, retikulum, omasum, abomasums, usus halus, sekum, usus besar dan anus
Mulut pada ternak ruminansia (kambing) terdiri dari gigi, lidah dan saliva. Saliva berpengaruh terhadap kondisi rumen. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1992) yang menyatakan bahwa mulut digunakn untuk menggiling makanan serta mencampurnya dengan saliva, berperan dalam prehensik (menggigit) dan juga sebagai senjata defensive maupun ofesif.
Esofagus pada kambing berupa saluran kecil yang menghubungkan antara mulut dengan lambung. Hal ini sesuai dengan pendapat Akoso (2002) yang menyatakan bahwa esofagus merupakan alat pencernaan yang menghubungkan mulut dengan lambung yang berukuran panjang kurang lebih 125 cm. Letak esofagusadalah dibagian kiri dari leher, masuk ke rongga dada dan menembus sekat rongga dada.
Rumen pada kambing memiliki pH 7, partikel didalamnya berbentuk kasar dan cair serta terjadi proses fermentatif didalamnya. Dinding rumen berbentuk seperti jala. Rumen merupakan organ terbesar diantara lambung ruminansia yang lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1992) yang menyatakan bahwa rumen merupakan suatu muskular besar yang terentang dari diafragma menuju ke pelvis dan hampir menempati sisi kiri dari rongga abdominal. Mikroorganisme rumen sangat berperan penting dalam rumen. Makanan yang masuk berdegradasi kompleks menuju polisakarida seperti selulosa, hemiselulosa. VFA atau Volatile Fatty Acid mensuplai 55-56% dari kebutuhan energi hewan ternak tersebut. Mikroba juga mensintesis vitamin B kompleks yang sangat dibutuhkan oleh hewan ternak tersebut. PH normal pada rumen adalah 7 (suasana netral).
Retikulum pada ternak kambing memiliki partikel didalamnya berbentuk kasar dan cair serta terjadi proses fermantatif didalamnya. Dinding retikulum berbentuk seperti sarang lebah. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1992) yang menyatakan bahwa retikulum adalah bagian perut (kompartemen) yang paling cranial, yang didalamnya diselimuti oleh membran mukosa yang mengandung insekting ridge yang membagi permukaan yang menyerupai sarang lebah.. Berdasarkan hasil praktikum retikulum pada ternak kambing memiliki pH 7 ( netral). Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (1994) yang menyatakan bahwa pH normal pada retikulum adalah 7 (suasana netral).
Omasum pada kambing memiliki pH 7 (netral), partikel didalamnya berbentuk padat tetapi lebih halus partikelnya dari pada rumen dan reticulum. Dinding omasum berbuku-buku dan didalam omasum terdapat proses fermentaif juga. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1985) yang menyatakan bahwa omasum merupakan suatu organ seteris yang berisi lamina muskuler yang turun dari dalam dorsum atau bagian atap. Pertautan antara omasum dan abomasums terdapat suatu susunan lipatan membrane mukosa vela terminalia yang barangkali berperan sebaga katup untuk mencegah kembaliny bahan-bahan dari abomsum menuju omasum. Fungsi bagian omasum adalah untuk menyaring partikel pakan marimade lebih kecil, oleh karena itu terdapat lima macam lamina atau daun yang masing-masing mempunyai duri. PH normal omasum adalah 7.
Abomasum pada kambing memiliki pH 3 (suasana asam), diningnya halus dan partikel didalamnya berbentuk halus agak kental serta terjadi proses enzimatis (kimiawi) didalamnya. Hal ini sesuai dengn pendapat Frandson (1992) bahwa abomasum atau perut sejati merupakan suatu bagian glandula yang pertama dari sistem pencernaan pad ruminansia.Ini terletak ventral dari omasum dan terlentang kaudal pada sisi kanan dari rumen. Pilorus (bagian terminal dari abomasums) merupakan suatu spinter (penebalan serabut otot halus sirkuler) pada pertautan perut dan usus halus. Epitel abomasums berubah dari epitel squamosa berstrata menjadi eptel perut akan membantu mencegah caran-cairan pencernaan agar tidak mencerna sel-sel perut itu sendiri.
Usus halus pada kambing terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejunum dan ileum, akan tetapi dari ketiga bagian tersebut tidak tampak pembatasnya. Usus halus kambing memiliki panjang 13,75 cm, pH 7 (netral) dan bentuk partikel didalamnya halus serta cair, dindingnya pun juga halus. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman et al. (1991) bahwa usus halus terbagi atas 3 bagian yaitu deudenum, jejunum dan ileum, berdasarkn pada perbedaan-perbedaan structural histologis atau mikroskopis. Persambungannya dengan usus besar adalah osteum iliale (bukan ileal). Usus halus memiliki suasana netral (pH 7).
Sekum pada kambing berupa kantung yang naik sebelum menuju usus besar. Sekum kambing memiliki pH 8 (suasana basa)dengan panjang 23 cm, partikelnya halus tetap lebih padat karena terjadi penyerapan air secara sedikit dan dindingnya pun juga halus. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1992) yang menyatakan bahwa usus besar terdiri dari sekum yang merupakan kantung buntu. Didalam sekum terjadi pencernaan secara fermentative (pencernaan oleh mikroba-mikroba yang ada didalamnya). Sekum memiliki suasana basa (pH diatas 7).
Usus besar pada kambing memiliki panjang 3,83 m dengan pH 7. Prrtikel di dalamnya padat, karena sudah terjadi penyrapan air secara banyak. Dinding usus bsar pada kambing agak kasar dan elastis menyesuaikan bentuk kotoran pada kambing yang berbentuk butiran. Hal ini sesuai pendapat Anggorodi (1985) bahwa pada ruminansia, usus besar terdiri atas sekum, kolon dan rectum. Ujung buntu dari sekum menjulur kearah kaudal. Ke arah cranial sekum berlanjut ke kolon. Pertautan itu ditandai dengan masuknya ileum pada orifisium ileal. PH normal pada usus besar kambing adalah 7 (neral).
Anus pada kambing terletak dibagian paling ujung dari saluran pencernaan dan bentuknya kecil, pendek serta terletak dibelakang rectum (bagian dari usus besar). Hal ini sesuai dngan pendapat Frandson (1992) bahwa bagian terakhir dari kolon yang naik yaitu ansa distalis, menghubungkan ansa spinalis dengan kolon tranversal. Kolon tranversal menyilang dari kiri dan berlanjut terus kea rah kaudal menuju ke rectum dan anus, bagian terminal dari salurn pencernaan.







4.2. Saluran Pencernaan Non Ruminansia
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap saluran pencernaan pada ayam dapat digambarkan sebagai berikut :
4.2.1. Saluran, Pencernaan pada Ayam

Ilustrasi 2. Saluran Pencernaan Ayam Sumber : Data Primer Praktikum,
Ilmu Nutrisi Ternak
Dasar, 2010.


Keterangan :
1. Paruh
2. Esophagus
3. Tembolok
4. Proventrikulus
5. Gizzard
6. Duodenum
7. Jejenum
8. Ileum
9. Seka
10. Usus besar
11. Kloaka


Berdasarkan hasil praktikum saliran pencernaan pada ayam terdiri atas paruh, kerongkongan, tembolok, lambung kelenjar (proventrikulus), lambung otot (gizzard), usus halus yang terdiri dari duodenum, jejenum dan ileum, usus besar, usus buntu (cekum) dan kloaka.
Paruh pada ternak non ruminansia yaitu ayam, memiliki saliva yang berfungsi untuk membantu dalam proses penelanan makanan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Parakkasi (1986) yang menyatakan bahwa saliva berfungsi sebagai pembasahan dan pelumas untuk mempermudah dalam penelanan makanan.
Esophagus pada ayam memiliki pH 4 yang berarti asam, dengan bobot 6 gram, panjang esophagus 14 cm dan memiliki diding berserat halus (berkerut). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Parrakasi (1986) yang menyatakan bahwa panjang esophagus berkisar 125 – 150 cm, pelebaran dari esophagus disebut tembolok, Frandson (1992) menambahkan bahwa esophagus merupakan suatu saluran yang merupakan jalan bagi pakan yang telah mengalami proses pencernaan di dalam mulut dan merupakan penghubung antara rongga mulut dengan lambung.
Tembolok pada ayam memiliki pH 5 yang berarti asam, bobot tembolok ayam adalah 6 gram, tidak memiliki panjang dan partikel tembolok berbentuk kasar serta dinding tembolok halus. Tembolok pada ayam berperan sebagai tempat penyimpanan makanan. Menurut Akoso (2002) bahwa di dalam tembolok tidak ada atau bahkan sedikit proses pencernaan, kecuali pencampuran sekresi saliva dari mulut yang dilanjutkan aktivitasnya di tembolok.
Proventrikulus memiliki pH 3 (asam), bobot 8 gram, panjang proventrikulus adalah 5 cm, dan dinding serta isi partikel proventrikulus berbentuk halus. Proventrikulus adalah suatu pelebaran dari kerongkongan sebelum berhubungan dengan gizzard (empedal). Di lihat dari arah eksteriornya perut terbagi menjadi kardia (gerbang), fundus (badan), dan pilorus (terminasi). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Frandson (1992) yang menyatakan bahwa kardia dan pilorus merupakan spinter yang mengendalikan laju makanan menuju perut. Kardia dan pilorus letaknya cukup dekat satu sama lain, sehingga seperti kuah besar yang membengkak, sedangkan fundus terletak di dekat kardia yang berupa tonjolan besar.
Ventrikulus memiliki pH 3 berarti bersifat asam, bobot 24 gram, gizzard tidak memiliki panjang dan dinding serta isi partikelnya kasar. Gizzard seringkali disebut muscular stomach (perut otot). Lokasi gizzard berada di antara ventrikulus dan bagian atas usus halus. Frandson (1992) menyatakan bahwa mukosa permuk dan gizzard sangat tebal. Partikel pakan segera digiling menjadi partikel kecil yang mampu melalui saluran usus. Material halus akan masuk gizzard dan keluar lagi dalam beberapa menit, tetapi pakan berupa material kasar akan tinggal di gizzard untuk beberapa jam.
Usus halus dibedakan menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejenum dan ileum. Duodenum, memiliki pH 6 yang berarti bersifat asam, bobot 8 gram, panjang 19 cm dan memiliki dinding yang halus. Menurut Frandson (1992) bahwa duodenum adalah usus halus yang menghubungkan lambung. Jejenum, memiliki pH 6 yang berarti asam, bobot jejenum pada ayam adalah 10 gram, panjang 41 cm dan memiliki dinding halus. Menurut Tillman et.al. (1991) bahwa jejenum adalah usus halus yang berada di bagian tengah.
Ileum, memiliki pH 5 yang berarti asam, bobot 10 gram, panjangnya 32 cm dan memiliki dinding halus. Menurut Tillman et al. (1991) bahwa ileum adalah usus halus yang menghubungkan dengan usus besar. Selain itu di dalam usus halus masuk empat sekresi yaitu cairan duodenum, cairan empedu dan cairan pankreas. Absorbsi hasil pencernaan makanan terjadi di usus halus. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tillman et.al. (1991) yang menyatakan bahwa zat-zat makanan yang nantinya masuk ke usus besar telah mengalami absorbsi di usus halus.
Usus buntu atau sekum berbentuk saluran memanjang tetapi pada ujungnya buntu dan terletak pada perbatasan usus halus dengan usus besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Blakely dan Bade (1994) yang menyatakan bahwa usus besar adalah kelanjutan dari saluran pencernaan dari persimpangan usus buntu ke kloaka
Usus besar memiliki pH 6 (asam) bobot 6 gram, panjang usus besar adalah 13 cm dan memiliki partikel kasar,dinding halus .Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tillman et.al. (1991) yang mengungkapkan bahwa panjang usus besar hanya sekitar 10 cm dengan diameter sekitar dua kali usus halus. Bentuknya melebar dan terdapat pada bagian akhir usus halus ke kloaka.
Kloaka massa kotoran mengalir ke anus dan terus keluar. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Blakely dan Bade (1994) yang menyatakan bahwa kloaka merupakan pertemuan bagi saluran pengeluaran sistem pencernaan, urinari, dan genital.


4.2.2. Saluran Pencernaan pada Bebek
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap saluran pencernaaan pada bebek dapat digambarkan sebagai berikut :


Ilustrasi 2. Saluran Pencernaan Bebek Sumber : Data Primer Praktikum, Ilmu
Nutrisi Ternak Dasar, 2010.

Keterangan :
1. Paruh
2. Esophagus
3. Tembolok
4. Preventrikulus
5. Gizzard
6. Duodenum
7. Jejenum
8. Ileum
9. Seka
10. Usus besar
11. Kloaka

Berdasarkan hasil praktikum didapatkan bahwa sistem pencernaan pada bebek terdiri dari paruh, kerongkongan (esophagus), tembolok (crop), lambung kelenjar (proventriculus), lambung otot (gizzard), usus halus yang terdiri dari duodenum, jejenum dan ileum, ceacum, rectum dan kloaka.

Paruh pada ternak non ruminansia yaitu bebek memiliki saliva yang berfungsi untuk membantu dalam proses penelanan makanan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Parakkasi (1986) yang menyatakan bahwa saliva berfungsi sebagai pembasahan dan pelumas untuk mempermudah dalam penelanan makanan.
Esophagus pada bebek memiliki pH sebesar 7 yang berarti netral, bobot 6 gram, panjang esophagus 16 cm dan memiliki partikel atau diding berserat halus (berkerut). Hal tersebut tidak sesuai dengan pendapat Parrakasi (1987) yang menyatakan bahwa panjang esophagus berkisar 125 – 150 cm, pelebaran dari esophagus disebut tembolok. Frandson (1992) menambahkan bahwa esophagus merupakan suatu saluran yang merupakan jalan bagi pakan yang telah mengalami proses pencernaan di dalam mulut dan merupakan penghubung antara rongga mulut dengan lambung.
Tembolok pada bebek mempunyai pH 3 dan dindingnya halus berperan sebagai tempat penyimpanan makanan. Menurut Akoso (2002) bahwa di dalam tembolok tidak ada atau bahkan sedikit proses pencernaan, kecuali pencampuran sekresi saliva dari mulut yang dilanjutkan aktivitasnya di tembolok.
Proventrikulus memiliki pH 4 yang berarti bersifat asam, bobot 6 gram, panjang proventrikulus adalah 7 cm, dan memiliki dinding halus. Proventrikulus adalah suatu pelebaran dari kerongkongan sebelum berhubungan dengan gizzard (empedal). Di lihat dari arah eksteriornya perut terbagi menjadi kardia (gerbang), fundus (badan), dan pilorus (terminasi). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Frandson (1992) yang menyatakan bahwa kardia dan pilorus merupakan spinter yang mengendalikan laju makanan menuju perut. Kardia dan pilorus letaknya cukup dekat satu sama lain, sehingga seperti kuah besar yang membengkak, sedangkan fundus terletak di dekat kardia yang berupa tonjolan besar.
Ventrikulus memiliki pH 6 berarti bersifat asam, bobot ventrikulus 20 gram, tidak memiliki panjang dan dinding halus serta isi partikelnya kasar. Gizzard seringkali disebut muscular stomach (perut otot). Lokasi gizzard berada di antara ventrikulus dan bagian atas usus halus. Menurut Tillman et.al. (1991) menyatakan bahwa gizzard memiliki dua pasang otot yang sangat kuat sehingga bebek mampu menggunakan tenaga yang kuat. Frandson (1992) menambahkan bahwa mukosa permukaan gizzard sangat tebal. Partikel pakan segera digiling menjadi partikel kecil yang mampu melalui saluran usus. Material halus akan masuk gizzard dan keluar lagi dalam beberapa menit, tetapi pakan berupa material kasar akan tinggal di gizzard untuk beberapa jam.
Usus halus dibedakan menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejenum dan ileum. Duodenum, memiliki pH 7, bobot 6 gram, panjang duodenum 24,5cm dan dinding halus serta isi partikelnya kasar. Menurut Tillman et.al. (1991) bahwa duodenum adalah usus halus yang menghubungkan lambung. Jejenum, memiliki pH 7, bobot jejenum yaitu sebear 10 gram, panjang 5,5 cm dan dinding jejenum halus serta isinya sedikit halus. Jejenum adalah usus halus yang berada di bagian tengah.
Ileum, memiliki pH 7 yang berarti netral, bobot 8 gram, panjang ileum adalah 47 cm dan dinding serta isi partikel ileum berbentuk halus. Menurut Tillman et.al. (1991) bahwa ileum adalah usus halus yang menghubungkan dengan usus besar. Selain itu di dalam usus halus masuk empat sekresi yaitu cairan duodenum, cairan empedu dan cairan pankreas. Absorbsi makanan terjadi di usus halus. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Frandson (1992) yang menyatakan bahwa zat-zat makanan yang nantinya masuk ke usus besar telah mengalami absorbsi di usus halus.
Usus buntu atau sekum berbentuk saluran memanjang tetapi pada ujungnya buntu dan terletak pada perbatasan usus halus dengan usus besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Blakely dan Bade (1994) yang menyatakan bahwa usus besar adalah kelanjutan dari saluran pencernaan dari persimpangan usus buntu ke kloaka
Usus besar memiliki pH 7 berarti bersifat asam, memiliki bobot 2 gram, panjang usus besar adalah 9 cm dan dinding dan isi partikel usus besar berbentuk cair halus. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tillman et.al. (1991) yang mengungkapkan bahwa panjang usus besar hanya sekitar 10 cm dengan diameter sekitar dua kali usus halus. Bentuknya melebar dan terdapat pada bagian akhir usus halus ke kloak.
Kloaka massa kotoran mengalir ke anus dan terus keluar. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Blakely dan Bade (1994) yang menyatakan bahwa kloaka merupakan pertemuan bagi saluran pengeluaran sistem pencernaan, urinari, dan genital.



4.3. Saluran Pencernaan pada Ternak Pseudoruminan
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap saluran pencernaan pada kelinci maka dapat digambarkan sebagai berikut :




Ilustrasi 4. Saluran Pencernaan Kelinci Sumber : Sumber: Data Primer
Praktikum Ilmu
Nutrisi Ternak, 2010.

Keterangan :
1 . Mulut
2 . Esophagus
3 . Lambung
4 . Usus Halus
5 . Sekum
6 . Usus Besar
7 . Anus

Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa saluran pencernaan pada ternak pesidoruminan adalah mulut, esophagus, lambung, usus halus, sekum, usus besar, anus.
Rongga mulut pada ternak pseudoruminansia terdapat tiga alat pencernaan yaitu gigi, lidah dan saliva. Di mulut terjadi proses pencernaan secara mekanik yaitu dengan cara pemamahan atau pelumatan dan pengunyahan yang dibantu denagn air liur (ludah) yang dikeluarkan oleh kelenjar empedu. Hal ini sesuai denagn pendapat Frandson (1992) yang menyatakan bahwa ternak pseudoruminansia terjadi mostilasi yaitu mengambil pakan, mengunyah dan mencampurnya dengan air liur (saliva).
Espohagus merupakan suatu saluran yang merupakan jalan bagi makanan yang telah mengalami proses pencernaan didalam mulut dan merupakan penghubung antara rongga mulut dengan lambung yang mempunyai ciri-ciri berwarna putih dan tidak mempunyai kelenjar. Hal ini seuai denagn pendapat Parakkasi (1986) yang menyatakan bahwa esophagus yang berwarna putih, tidak mempunyai kelenjar dan dilapisi oleh epitelium berbentuk squomaus-statifield yang tebal.
Lambung merupakan ruangan yang berfungsi sebagai tempat pencernaan dan penyimpanan pakan. Hewan pseudoruminansia merupakan hewan yang mempunyai sistem pencernaan hamper sama dengan hewan ternak ruminansia tetapi mempunyai lambung tunggal. Pengukuran pH lambung pada saat praktikum yaitu 7 yang berarti suasana netral. Hal ini tidak sesuai denagn pendapat Frandson (1992) yang menyatakan bahwa pH lambung sangat asam sekitar 1-2 khususnya untuk kelinci dewasa sehingga sangat efektif dalam membunuh mikroorganisme pathogen.
Uusu halus terbagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Saat pakan masuk, duodenum disekresikan getah pancreas dan ion-ion bikarbonat untuk menetralisir asam getah empedu juga disekresikan sebagai emulsi lemak. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandsoon (1992) yang menyatakan bahwa duodenum menghubungkan usus halus dengan lambung sedangkan ileum menghubungkan usus halus denagn usus besar (intestinum crassum). Usus halus terdapat emapt sekresi cairan yaitu cairan duodenum, empedu, cairan pancreas, dan cairan usus.
Kelinci melakukan fermentasi pakan di usus besar dan umumnya terjadi di sekum yaitu 50% dari seluruh kapasitas saluran pencernaannya. Kelinci memiliki sekum yang besar tetapi tidak mampu mencerna bahan-bahan organik dan serat kasar dari hijauan sebanyak yang dapat dicerna oleh ternak herbivore lainnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Parakkasi (1986) yang menyatakan bahwa sekum dan kolon mempunyai fungsi seperti pada ruminant yaitu temapt fermentasi serat kasar dan karbohidrat oleh mikroorganisme, sintesis asam-asam amino atau protein dan vitamin B dan K oleh mikroorganisme.
Pembentukan sekum akan menyebabkan perbesaran pada kolon. Tanpa sekum tidak ada copropagi. Usus besar merupaakn tempat penyerapan air utama. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Parakkasi (1986) yang menyatakan bahwa kelinci mempunyai duodenum yaitu kolon besar yang kapasitas utamanya kurang lebih dua kali sekum koln kecil. Kolon merupakan temapt penyerapan air utama.
Anus merupakan saluran pencernan yang terakhir. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Frandson (1992) yang menyatakan bahwa saluran pencernaan pada kelinci terdiri dari mulut, esophagus, lambung, usus halus, sekum, usus besar dan anus.




BAB V
KESIMPULAN
Saluran pencernaan antara ternak ruminansia, unggas, dan pseudoruminan pada dasarnya sama, yaitu tersusun atas: mulut esofagus, lambung, usus halus yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu: duodenum, jejunum,dan ileum, usus buntu (ceacum), usus besar (colon), dan anus. Persamaan yang lainnya adalah terjadinya proses fermentasi. Letak perbedaannya adalah pada jumlah lambung. Ternak ruminansia mempunyai lambung yang terbagi menjadi empat bagian yaitu: rumen (lambung handuk), reticulum (lambung jala), omasum (lambung buku), dan abomasum dengan fungsi masing-masing yang berbeda. Abomasum ruminansia mempunyai fungsi yang sama dengan lambung non ruminansia dan pseudoruminan, sehingga abomasum disebut pula sebagai lambung sejati. Ternak ruminansia, proses fermentasi terjadi di rumen. Pada ternak unggas proses fermentasi terjadi di lambung. Sedangkan pada ternak pseudoruminan, proses fermentasi terjadi di caecum. Perbedaan yang lainnya antara ternak ruminansia, ternak unggas, dan ternak pseudoruminan yaitu pada ternak ruminansia terjadi proses mamak biak sedangkan pada ternak unggas dan ternak pseudo ruminansia tidak terjadi proses memamah biak.





DAFTAR PUSTAKA
Akoso, B. T. 2002. Kesehatan Unggas. Kanisius, Yogyakarta.
Blakely, J. dan Bade, D. H. 1994. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta

Chah, C.C., C.W. Carlson, G. Semeniuk. I.S. Palmer and C.W. Hesseltine. 1975.
Futher investigion and identification. Poultry Sci. 55 : 911-917.

Diggins, R.V. dan Bundy, C. E. 1961. Dairy Production. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta (diterjemahkan oleh: Srigandono dan Praseno)

Parakkasi, A. 1986. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Siregar. 1994. Penggemukan Sapi. Penerbit Swadaya, Jakarta.
Tillman, Hartadi, H, Reksohadiprodjo, Praawirokusumo dan Lobdosoekodjo.
1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press : Yogyakarta.











LAMPIRAN
Lampiran 1. Klasifikasi Bahan Pakan

Tabel 1. Klasifikasi Bahan Pakan
No Nama Bahan Klasifikasi Bentuk Warna Bau Rasa
1 Temulawak Additif Bongkahan Kuning Khas temulawak Pahit
2 Angsana Pastura Daun Hijau Khas Hambar
3 Onggok Sumber energi Butiran Cokelat Tidak berbau Hambar
4 Ampas teh Sumber energi Remah Hitam Wangi Hambar
5 Jagung putih Sumber energi Butiran Putih kekuningan Tidak berbau Hambar
6 Kulit jagung Pastura Lembaran Hijau kekuningan Tidak berbau Hambar
7 Benggala Pastura Lembaran Hijau Tidak berbau Hambar
8 Topmix Sumber mineral Bubuk Cokelat Harum Hambar
9 Kroto Sk3 Sumber protein Bubuk Cokelat Sedikit manis Manis
10 Bekatul Sumber energi Serbuk Cokelat keputihan Khas bekatul Hambar
11 Pollard Sumber energi Serbuk Putih Harum Hambar
12 Tetes Sumber energi Cair Hitam Seperti kecap Manis
13 Tepung
daun singkong Sumber energi Serbuk Hijau Apek Hambar
14 Kedelai Sumber protein Serbuk Cokelat Apek Hmbar
15 BR (pellet) Sumber protein Butiran Cokelat Apek Hambar
16 Tepung daun pepaya Sumber energi Serbuk Hijau Apek Hambar

Lampiran 1. Klasifikasi Bahan Pakan (Lanjutan)

17 Jagung kuning giling Sumber energi Butiran Kuning keputihan Tidak berbau Hambar
18 Bungkil kelapa Sumber protein Serbuk Cokelat Apek Hambar
19 Tebu Merah Sumber energi Batang Kekuningan Harum Manis
Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak 2010.

Lampiran 2. Gambar bahan pakan


Temulawak


Angsana


Onggok


Ampas teh

Jagung putih

Daun Jagung

Rumput Benggala

Premix

Kroto

Bekatul

Polard

Tetes

Bungkil Kedelai

Pelet

Tepung Daun Pepaya

Jagung Kuning Giling

Bungkil kelapa

Tebu merah

Tabel 2. Pengamatan pada organ pencernaan ruminansia (kambing).
organ pH Panjang (cm) partikel dinding
esofagus 7 125 - -
rumen 7 - kasar padat kasar
retikulum 7 - kasar padat ada sarang lebah
omasum 7 - kasar berbuku
abomasum 3 - halus menguning licin dan halus
usus halus 7 13,75 seperti gel licin dan halus
sekum 8 23 halus lembek halus
usus besar 7 383 padat agak licin halus
anus - - - halus
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak, 2010.
Tabel 3. Pengamatan pada organ pencernaan non ruminansia (ayam).
organ pH panjang (cm) partikel Berat (g) dinding
Esofagus 4 14 - 6 Halus
Tembolok 5 7 Butiran kasar 6 Halus + lipatan
Proventkulus 3 5 Butiran kasar 8 Halus + benjolan
Ventrikulus 3 - Butiran agak halus 24 Tebal dan kasar
Duodenum 6 19 Cairan halus 8 Halus dan tipis
Jejenum 6 41 Cairan halus 10 Halus dan tipis
Ileum 5 32 Cairan halus 10 Halus dan tipis
Ceca 4 20 Cairan kental halus - Halus dan tipis
Usus besar 6 13 Cairan kental halus 6 Halus dan tipis
Kloaka 7 - - - Halus aga tebal
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak, 2010.

Tabel 4. Pengamatan pada organ pencernaan non ruminansia (itik)
organ pH panjang (cm) Berat (g)
Esofagus 7 16 6
Tembolok 3 - -
Proventkulus 4 7 6
Gizzard 6 - -
Duodenum 7 24,5 6
Jejenum 7 5,5 10
Ileum 7 47 8
Ceca 7 12 -
Usus besar 7 9 2
Kloaka - - -
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak, 2010.
Tabel 5. Pengamatan pada organ pencernaan pseudoruminansia (kelinci)
organ pH panjang (cm) partikel Berat (g) dinding
Esofagus - - - - -
Lambung 7 - Kasar 94 Halus
Usus halus 7 259 Halus 42 Halus
Sekum 5 46 Kasar 94 Halus
Usus besar 9 80,5 Kasar 20 Kasar
Anus 7 - - - Halus
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak, 2010.

3 komentar:

  1. mantap blognya.......tp terlalu kinclong,, agak sedikit susah bacanya......
    thanks ya.....tugasku jd siappppppp

    BalasHapus
    Balasan
    1. blog bagus ve terlalu rame.. kayak nano-nano... laporanya sip ... thans sebelumx

      Hapus